Kendala Serapan Produksi
Proses pengolahan rotan di tangan para petani berakhir pada titik saat rotan menjadi produk setengah jadi ini. Rotan setengah jadi yang siap dijual ke pembeli tersebut biasanya dihargai Rp6.800-Rp7.000 per kilogramnya.
Namun para petani tidak secara utuh memperoleh penghasilan dariberat total rotan mentah yang dipanen. Setelah melalui serangkaian proses, rotan akan kehilangan nyaris 60% dari berat awalnya.
Dengan harga jual rotan setengah jadi yang berada di kisaran harga tersebut, selisih harga bisa mencapai Rp130.000/kuintalnya.
Angka itu tentu lebih tinggi jika dibandingkan dengan penjualan rotan mentah. Namun para petani masih harus berhadapan dengan masalah lain. Pembatasan ekspor rotan mentah oleh pemerintah pusat diakui oleh para petani dan pemangku kebijakan Kabupaten Katingan membuat industri rotan berjalan seret.
Kabupaten Katingan merupakah salah satu daerah penghasil rotan terbesar di Indonesia. Dengan perkebunan rotan yang mencakup kawasan seluas 325.000 hektare, Katingan memiliki potensi produksi rotan hingga 15.000 ton per tahunnya.
Terdapat sekitar 41 jenis rotan yang berhasil diidentifikasi di beberapa wilayah di Katingan. Kendati terdapat puluhan, hanya ada beberapa jenis rotan yang dibudidayakan masyarakat, yaitu rotan irit, sigi, bulu, jerenang, dan marau.
“Produksi rotan Katingan sangat berlimpah, tapi hal ini tidak disertai serapan produksi yang berkelanjutan,” kata Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan, dan Perindustrian Katingan, Sabtul Anwar.
Sabtul menggambarkan produksi rotan setengah jadi asal Katingan mayoritas diserap oleh industri kerajinan yang berbasis di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan Pulau Jawa. Adapun permintaan dari daerah sentra kerajinan rotan sifatnya tidak ajeg atau datang ketika ada kebutuhan pasar saja.
Sabtul juga memaparkan keluhan para petani akan harga jual rotan setengah jadi di dalam negeri yang dinilai rendah. Padahal para pengelola produksi rotan bisa melakukan subsidi silang ketika ekspor rotan mentah masih diizinkan.
“Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan tersebut untuk melindungi industri kerajinan rotan dalam negeri, jadi kami harus ikuti. Sebenarnya pemerintah pusat sudah membuka keran ekspor rotan setengah jadi tapi prosesnya lewat pusat [PT Perusahaan Perdagangan Indonesia],” sambung Sabtul.
Menanggapi kendala sulitnya pemasaran dan serapan rotan, Sabtul hanya bisa berharap pemerintah pusat bisa menjembatani produksi rotan petani dengan para perajindari daerah. Ia juga mengharapkan ada jalan tengah yang nantinya dapat tetap melindungi industri kerajinan sekaligus menjamin kesejahteraan para petani rotan.