Bisnis.com, JAKARTA—Tanah yang saya pijak tampak lembab dengan dedaunan basah kecoklatan dan ranting tua yang jatuh entah kapan. Saya mengambil langkah dengan hati-hati.Sesekali saya mengarahkan pandangan ke depan untuk memastikan melewati rute yang tepat.
Sekitar 20 menit menyusuri belukar dan menembus rawa khas hutan hujan, pria di barisan terdepan yang memandu saya dan anggota rombongan lainnya menghentikan langkah.
“Kita sudah sampai,” katanya mengumumkan.
Saya sedikit terkejut dengan situasi di sekitar. Pepohonan rimbun dengan akar besar yang menyembul di tanah, serta semak belukar di sekitar begitu kontras dengan imajinasi perkebunan rotan di benak saya.
“Bagi masyarakat awam tempat ini terlihat seperti hutan. Tapi bagi kami inilah kebun rotan,” ujarnya disertai tawa.
Ia lantas mulai mengayunkan parang yang sedari tadi ia pakai untuk membersihkan belukar. Kali ini parang menyasar batang-batang rotan yang menjuntai dari atas pohon rambatan.
Pria tegap itu tampak cekatan menarik batang rotan sepanjang belasan meter. Hunusan parangnya menyasar kulit rotan yang berduri dengan presisi tinggi, seolah tangan yang menggenggam benda tajam itu sudah hafal betul harus bergerak ke mana.