Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peran Industri Jasa Keuangan Terhadap PDB Minim

Peran layanan jasa sektor keuangan dalam membentuk Pertumbuhan Domestik Bruto Indonesia masih minim, dibandingkan dengan negara-negara di Asean. 
Pemerintah berharap upaya literasi keuangan terus dijalankan, tak hanya dari perbankan, tetapi sektor lain seperti pasar modal/ilustrasi-bisnis.com
Pemerintah berharap upaya literasi keuangan terus dijalankan, tak hanya dari perbankan, tetapi sektor lain seperti pasar modal/ilustrasi-bisnis.com
Bisnis.com, JAKARTA--Peran layanan jasa sektor keuangan dalam membentuk Pertumbuhan Domestik Bruto Indonesia masih minim, dibandingkan dengan negara-negara di Asean. 
Hal tersebut ditunjukkan oleh posisi rasio M2 terhadap Pertumbuhan Domestik Bruto Indonesia yang menempati posisi buncit sebesar 39,88 % pada 2017. Dari data CEIC dan World Development Indicators (WDI), posisi rasio M2 terhadap PDB (M2/PDB) Indonesia berhasil disalip oleh Myanmar yang berada di posisi 51,06%. 
M2 sendiri adalah uang dalam arti luas. M2 meliputi M1 atau uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral (giro berdenominasi rupiah), ditambah dengan uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun. 
Variabel M2/PDB mencerminkan tingkat monetisasi, mengukur berapa besar layanan jasa sektor keuangan berperan dalam membentuk PDB. Makin besar M2/PDB, makin penting dan makin dominan peran sektor keuangan dalam membentuk PDB. 
Dari Kajian Pendalaman Keuangan yang akan dipakai sebagai pijakan RPJMN 2020-2024, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)dan tim pengkaji dari Universitas Katolik Parahyangan Bandung melihat Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan delapan negara tetangga di Asia Tenggara. 
Sejak 2010, M2 /PDB Indonesia relatif stabil, meningkat sedikit dari 36,00% pada tahun 2010 menjadi 39,88 % pada tahun 2017.   
Sampai tahun 2014, M2 /PDB Indonesia masih lebih tinggi daripada Myanmar, namun sejak itu Myanmar secara cukup pasti meninggalkan Indonesia di posisi terbawah. 
Posisi tertinggi yang semula dipegang oleh Malaysia dengan M2/PDB mencapai 140,09% pada tahun 2013, mulai tahun 2015 diambil alih Vietnam yang mengejar ketinggalan dari 99,80% pada tahun 2010 menjadi 137,65% pada tahun 2015 dan kemudian mencapai 155,22% pada tahun 2017.
Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Kementerian PPN/Bappenas Muhammad Cholifihani mengungkapkan dari gambaran M2/PDB ini, isu pendalaman keuangan menjadi topik penting yang perlu diangkat mengingat kondisi sektor keuangan di Indonesia yang masih dangkal.
"Intinya Indonesia [pendalaman pasar] sangat dangkal, M2 per PDB itu sebenarnya potensial 62,60%. Tetapi realitanya hanya sekitar 38%," ujar Cholifihani, Senin (28/1).
Oleh karena itu, dia menuturkan pemerintah berharap upaya literasi terus dijalankan. Tidak hanya dari perbankan, tetapi sektor lain seperti pasar modal dan asuransi diharapkan terus mendorong. Salah satu contohnya adalah tabungan saham.
Cholifihani menuturkan pemerintah terus mendorong program ini. Sayangnya, hal ini cukup sulit. Pasalnya, masyarakat Indonesia masih terbilang sulit untuk menyimpan uang atau memiliki tabungan, apalagi pergi ke pasar modal. 
Dia melihat hal ini disebabkan karena uang yang dimiliki masyarakat tidak banyak. "Sekalipun ada uang didalam tabungan, akhirnya cash out saja. Misalnya, bantuan bansos. Pada akhirnya diambil lagi," ujar Cholifihani. 
Bappenas menemukan di beberapa daerah banyak masyarakat yang tidak memiliki rekening perbankan karena tidak memiliki uang untuk ditabung. Akhirnya, kondisi ini memerlukan upaya dari berbagai pihak untuk mendorong kredit mikro bagi usaha kecil dan mikro. 
Aturan dari Bank Indonesia, kata Cholifihani, sudah cukup jelas untuk mendorong kredit bagi UMKM. Sebanyak 20% dari total kredit perbankan harus disalurkan bagi kredit UMKM. 
"Kalau 20% itu bisa disalurkan melalui perbankan atau fintech, saya yakin usaha mikro bisa mengeliat dan masyarakat dapat memiliki uang yang bisa ditabung," kata Cholifihani. 
Di dalam RPJMN 2020-2024, Cholifihani mengungkapkan Bappenas akan mendorong tiga hal dalam upaya memperdalam pasar keuangan, yaitu inklusi keuangan, literasi dan pendalaman keuangan. 
Hal ini memerlukan kolaborasi dan kerja sama antar pengambil kebijakan, baik pemerintah serta BI, OJK, dan LPS. Khusus inklusi keuangan, dia menilai dukungan pemerintah cukup besar a.l. Dewan Nasional Keuangan Inklusif dan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper