Bisnis.com, JAKARTA — Langkah pemerintah yang tetap membuka peluang pembukaan perguruan tinggi swasta (PTS) baru dinilai kontraproduktif terhadap program merger 1.000 PTS pada tahun ini.
Menurut catatan Asosiasi Perguruan Tinggi Swast Indonesia (Aptisi), sepanjang 2018 terdapat 76 usulan pembukaan PTS baru yang diterima pemerintah. Pada saat bersamaan, pemerintah ingin mengurangi jumlah PTS yang tidak produktif.
“Jadi, ini data usulan [pembukaan PTS baru] pada 2015, tapi karena belum bisa lolos, mereka menguajukan lagi pada 2016. Tidak bisa lolos juga, masuk lagi pada 2017. Tidak lolos juga, masuk lagi pada 2018. Tahun lalu, ada 76 usulan baru,” ujar Ketua Aptisi Budi Djatmiko, Kamis (24/1/2019).
Berdasarkan data Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, pada 2015 terdapat 235 usulan izin perguruan tinggi baru, lalu turun menjadi 168 usulan pada 2016, dan naik lagi menjadi 236 usulan pada 2017.
Untuk itu, Budi mendesak pemerintah melaksanakan moratorium pembukaan perguruan tinggi swasta baru. “Mereka yang mau berinvestasi disuruh investasi di perguruan tinggi yang sudah ada saja,” katanya.
Menurutnya, PTS baru yang seharusnya didorong oleh pemerintah adalah yang memiliki program studi (prodi) di bidang sains, teknik, teknologi dan matematika (STEM).
“Perguruan tinggi yang boleh berdiri harusnya yang untuk STEM, karena Indonesia memang kekurangan. Namun, bukan untuk PTS ilmu sosial. Jadi, kami meminta pemerintah tegas lakukan moratorium.”
Dia menambahkan, pemerintah juga dapat memindah lokasi PTS yang kurang produktif ke lokasi lain yang memiliki potensi mahasiswa dalam jumlah besar, tetapi kekurangan sarana institusi pendidikan tinggi.
“Banyak PTS dalam bentuk akademi yang sedikit jumlah mahasiswanya. Mereka bisa dipindahkan ke daerah tertinggal dan terjauh, berubah jadi politeknik. Jika terpaksa, boleh mendirikan [PTS] baru tetapi prodinya STEM. Untuk di Jawa dan Sumatera memang sudah terlalu banyak perguruan tinggi,” ucap Budi.
Menristekdikti Mohammad Natsir menjelaskan, pemerintah tetap memberi peluang pembukaan perguruan tinggi baru, terutama di daerah.
“Program merger tetap jalan ya. Perguruan tinggi lama yang tidak memenuhi kualifikasi harus tetap dimerger. Namun, adanya merger tak menutup kemungkinan munculnya perguruan tinggi baru,” tuturnya.
Menurutnya, pemerintah tetap membuka izin pembukaan PTS baru mengingat banyaknya permintaan di daerah. Kendati demikian, pemerintah menjamin akan terus meningkatkan kualitas pembelajaran pada pendidikan tinggi di Tanah Air.
Pengamat Pendidikan Budi Trikorayanto menuturkan, hal yang penting dilakukan pemerintah saat ini adalah membereskan permasalahan perguruan tinggi existing terlebih dahulu dengan menyelesaikan merger dan melakukan akreditasi kepada perguruan tinggi yang belum terakreditasi.
Dia meminta pemerintah secara tegas melakukan moratorium izin pendirian perguruan tinggi baru dalam kurun waktu 2 hingga 3 tahun ini untuk meningkatkan mutu kualitas perguruan tinggi saat ini.
Lalu setelah itu, lanjutnya, pemerintah dapat memetakan program studi dan perguruan tinggi seperti apa yang dibutuhkan agar tak ada tumpang tindih dan kualifikasi perguruan tinggi benar-benar sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat.
"Selesaikan dulu masalah merger, akreditasi, pembaruan prodi di perguruan tinggi, dan peningkatan kualitas PTS yang ada. Baru setelah itu apabila ada izin baru, dibuka untuk di daerah-daerah. Namun, itu harus ada petanya, jangan main diterima saja izinnya. Dilihat, di daerah itu, prodi apa yang dibutuhkan dan cocok atau tidak dengan usulan izin perguruan tingginya," terang Budi.