Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masih Ada Harapan, Defisit Neraca Dagang 2019 Bisa Mengempis

Neraca perdagangan Indonesia pada tahun ini diprediksi masih akan mengalami defisit, kendati tidak setinggi tahun lalu.
Neraca perdagangan Indonesia 2018. Sumber: Berita Resmi Statistik BPS, 15 Januari 2019
Neraca perdagangan Indonesia 2018. Sumber: Berita Resmi Statistik BPS, 15 Januari 2019

Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia pada tahun ini diprediksi masih akan mengalami defisit, kendati tidak setinggi tahun lalu.

Analis Senior Fixed Income PT Bank Maybank Indonesia Anup Kumar memproyeksikan, impor migas akan mengalami penurunan nilai lantaran laju pergerakan harga minyak dunia diprediksi tidak akan setinggi 2018. Di sisi lain, dia meyakini ekspor nonmigas Indonesia akan mengalami perbaikan pada tahun ini seiring meningkatnya potensi meredanya perang dagang AS dan China.

“Impor masih akan lebih besar dari ekspor pada tahun ini. Sebab Indonesia masih membutuhkan sejumlah produk impor dengan jumlah besar seperti besi dan baja untuk melanjutkan program infrastrukturnya,” jelasnya, belum lama ini. 

Dukungan terhadap menyempitnya defisit neraca perdagangan juga berasal dari harga minyak dunia. Dia memperkirakan rata-rata harga minyak dunia tidak akan setinggi tahun lalu.

Anup melanjutan, pada tahun lalu Indonesia mengalami tekanan di sisi neraca perdagangan karena harga produk impor Indonesia, per tonnya lebih tinggi 3—5 kali lipat dibandingkan harga produk eskpor Indonesia. Hal itu memicu terjadinya defisit neraca perdagangan yang besar pada 2018.

Untuk itu dia berharap Indonesia mengalihkan ekspornya dari produk sumber daya alam atau primer ke produk bernilai tambah. Pasalnya, menurutnya, produk bernilai tambah memiliki harga yang lebih tinggi dan relatif stabil di pasa global.

Adapun berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada 2018 mencatatkan defisit US$8,56 miliar. Catatan defisit ini menjadi yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia. 

BPS melaporkan, defisit neraca perdagangan pernah terjadi pada 2014 sejumlah US$2,20 miliar, lalu 2013 dengan US$4,08 miliar, dan 2012 senilai US$2,11 miliar serta US$391 juta pada 1975.

Dalam laporannya, defisit neraca perdagangan pada 2018 paling besar disumbangkan oleh sektor migas yang mencatat defisit US$12,4 miliar atau tumbuh dari 2017 sebesar US$8,57 miliar. Defisit migas pada tahun lalu utamanya didorong oleh defisit minyak mentah  senilai US$4,04 miliar dan hasil minyak US$15,95 miliar.

Adapun, jebloknya kinerja sektor migas itu, gagal ditopang oleh kinerja nonmigas yang hanya mencatatkan surplus US$3,83 miliar pada 2018. Capaian sektor itu turun tajam dari 2017 sejumlah US$20,41 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper