Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertama Kalinya, Perusahaan Perikanan Indonesia Raih Sertifikat dari MSC

Industri perikanan Indonesia meraih pencapaian baru menyusul upaya pemerintah untuk meningkatkan pasokan, melindungi mata pencaharian nelayan, dan melarang kapal asing
Nelayan mengangkat ikan hasil tangkapannya di Pelabuhan Paotere Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (14/12/2018)./ANTARA-Yusran Uccang
Nelayan mengangkat ikan hasil tangkapannya di Pelabuhan Paotere Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (14/12/2018)./ANTARA-Yusran Uccang

Bisnis.com, JAKARTA – Industri perikanan Indonesia meraih pencapaian baru menyusul upaya pemerintah untuk meningkatkan pasokan, melindungi mata pencaharian nelayan, dan melarang kapal asing

PT Citraraja Ampat Canning (CRAC), perusahaan perikanan tuna sirip kuning berbasis kapal perikanan gandar (pole and line) berhasil dalam sertifikasi standar emas oleh Marine Stewardship Council (MSC), lembaga swadaya yang menetapkan standar untuk perikanan berkelanjutan di seluruh dunia.

MSC memberikan sertifikasi ini pada 22 November 2018 lalu, dan menjadikan perusahaan yang berbasis di Sorong, Papua Barat ini yang pertama yang mendapat sertifikasi untuk praktik perikanan berkelanjutan di Indonesia dan yang kedua di Asia Tenggara

“Upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mencapai sertifikasi MSC akan membantu melindungi mata pencaharian, pasokan makanan laut, dan lautan yang sehat untuk generasi mendatang,” kata Patrick Caleo, direktur Asia Pasifik di MSC, seperti dikutip The Guardian.

“Kami berharap perikanan lain mengikuti jejak PT Crac dengan bergabung dengan gerakan global untuk keberlanjutan makanan laut,” lanjutnya.

Status baru CRAC akan menciptakan peluang baru di pasar ekspor. Pengecer terbesar Sainsbury dan Swiss di Inggris, Migros, adalah di antara perusahaan-perusahaan yang telah berkomitmen pada sumber preferensial produk-produk perikanan gandar bersertifikat.

CEO CRAC Ali Wibisono mengatakan perusahaan telah menerapkan praktik berkelanjutan sejak didirikan pada tahun 1975. Adapun penangkapan ikan dengan kapal pole and line telah dilakukan di Indonesia selama beberapa generasi.

Namun, untuk memenuhi standar internasional, perlu untuk mengumpulkan data yang luas, menerapkan program pengamat di kapal untuk melaporkan hasil tangkapan tuna dan ikan umpan serta interaksi dengan spesies yang rentan.

“Dengan memiliki sertifikasi tersebut merupakan momen yang membanggakan dan benar-benar meningkatkan kehadiran kita. Ini adalah tonggak penting bagi negara, tetapi keberlanjutan sumber daya lebih dari segalanya,” ungkap Ali kepada The Guardian.

 “Perikanan kami juga sangat penting bagi masyarakat Indonesia, karena menyediakan banyak lapangan pekerjaan, makanan, dan mata pencaharian pendukung,” lanjutnya.

ini memiliki 35 kapal pole and line dengan total pekerja mencapai 750 orang. Dia mengatakan 25% dari tuna yang ditangkap akan dijual ke pasar lokal sementara masing-masing dari 750 nelayan akan membawa sebagian hasil tangkapan ke rumah untuk keluarga mereka.

Ali menambahkan, sertifikasi juga akan meningkatkan reputasi produk Sorong di pasar ekspor serta memiliki dampak positif pada pasar tenaga kerja lokal.

“Akan ada peluang kerja bagi para nelayan kapal pole and line serta para pekerja di pabrik ikan Sorong. Ini akan menarik perikanan dengan kapal selain pole and line untuk mengikuti langkah kami dan meningkatkan perputaran ekonomi di wilayah ini,” ungkapnya.

Secara global, perikanan tuna memiliki nilai lebih dari US$40 miliar (Rp560 triliun miliar) tiap tahunnya, sehingga pelestarian spesies ini penting untuk mempertahankan ekosistem laut dan masyarakat pesisir yang mengandalkan industri ini untuk makanan dan pendapatan.

Indonesia menjadi negara penghasil tuna terbesar di dunia dengan total ikan yang didaratkan lebih dari 620.000 metrik ton pada 2014, menurut data terbaru yang diterbitkan oleh Pew Charitable Trusts.

Mayoritas tuna yang didaratkan di seluruh dunia diambil oleh kapal kapal dengan jaring pukat cincin untuk menangkap sekelompok ikan, terutama ikan cakalang dan tuna sirip kuning.

Meskipun nelayan pukat cincin yang beroperasi di zona ekonomi Indonesia mencatat hasil tangkapan terbesar, dampak lingkungannya jauh lebih besar daripada kapal pole and line yang jumlahnya mencapai 50.000 metrik ton per tahun, menurut perkiraan pemerintah.

Di masa lalu, mayoritas nelayan Indonesia menggunakan kapal kecil yang beroperasi tanpa manajemen yang tepat, tetapi langkah-langkah yang diambil oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai membuahkan hasil, ungkap managing director International Pole & Line Foundation (IPNLF), Martin Purves.

"Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti telah memimpin dunia dalam hal menangani penangkapan ikan ilegal di Indonesia," ungkap Purves.

“Salah satu upayanya termasuk usaha penyitaan kapal atau penghancuran kapal ilegal. Selain itu, ada banyak hal yang dilakukan untuk meningkatkan kerangka kerja legislatif dan transparansi,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper