Bisnis.com, JAKARTA - Kemenko Perekonomian sedang mengkaji kemungkinan adanya kebijakan penurunan tarif bea masuk biji serta penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk primer Pertanian untuk komoditi biji kakao guna memenuhi kapasitas Industri di Tanah Air.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Bambang Adi Winarso mengatakan usulan penurunan tarif bea masuk dari 5% menjadi 0%, serta penghapusan PPN itu adalah hasil identifikasi Kemenperin saat Rakor Upaya Perningkatan Ekspor Kakao, Rabu (16/1/2019) petang.
Pihaknya mengaku masih perlu mengkaji hal tersebut lantaran baru mendapatkan masukan dari Kementerian Perindustrian dan belum mendapatkan masukan dari Kementerian Pertanian, pasalnya hal itu berkaitan dengan pasokan kakao di Tanah Air.
"[Usulan penurunan tarif bea masuk dan penghapusan PPN] Itu baru indentifikasi Kemenperin. Kita belum dengar dari sisi [Kementerian] Pertanian," ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (16/1/2019).
Adapun berdasarkan berkas Rakor Upaya Peningkatan Ekspor Komoditas Kakao yang diperoleh Bisnis, Rabu (16/1), disebutkan bahwa saat ini terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi industri pengolahan kakao.
Pertama, industri pengolahan kakao saat ini kekurangan pasokan bahan baku dari dalam negeri. Kedua, untuk impor biji kakao di Indonesia dikenakan bea masuk 5%, PPN 10%, dan PPH 2,5%. Total beban pajak untuk industri sebesar 17,5%.
Usulan penurunan tarif bea masuk dan penghapusan PPN tersebut diyakini dapat mendongkrak pasokan kakao di Tanah Air, sehingga dapat mendongkrak eskpor dari industri pengolahan kakao.
Asisten Deputi Perkebunan Holtikultura Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Wilistra Danny mengakui bahwa ketergantungan impor terhadap komoditas kakao masih cukup tinggi karena produksi kakao di dalam negeri masih jauh dari kebutuhan.
Bambang Adi Winarso mengatakan bahwa sejumlah strategi jangka pendek tengah disiapkan oleh pemerintah untuk mendongkrak ekspor nonmigas di Tanah Air, seperti pemberian insentif perpajakan dan penyederhanaan prosedur ekspor untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi.
"Secara garis besar strategi jangka pendek yang disiapkan yakni pemberian insentif perpajakan dan penyederhanaan prosedur ekspor," ujarnya, Rabu (16/1).
Namun demikian, Bambang masih enggan memperinci bentuk insentif pajak serta penyederhanaan prosedur ekspor seperti apakah yang bakal diberikan oleh pemerintah, karena saat ini masih dalam pembahasan intensif dengan kementerian dan lembaga terkait.
"Bentuknya sekarang masih dalam proses pematangan, kalau sudah waktunya akan disampaikan. Saat ini masih pembahasan yang lebih intensif dengan kementerian/lembaga sedang berjalan," ujarnya.