Bisnis.com, JAKARTA - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akhirnya tuntas menguasai 51,2% saham freeport, menyusul rampungnya pembayaran divestasi saham PT Freeport Indonesia.
Peralihan saham itu disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Jum'at (21/12/2018).
Divestasi saham itu mengundang beragam komentar dari banyak kalangan. Bahkan, Rhenald Kasali, Guru besar FEB Universitas Indonesia mengatakan tidak semua pihak happy dengan keberhasilan itu.
Ini poin-poin penjelasan Rhenald Kasali, terkait mengenai adanya pihak yang tidak happy tersebut.
1. Freeport itu PT. Sedangkan alam itu tanah, emas. Tanahnya tetap dikuasai NKRI, dan dari dulu Indonesia dapat uang konsesi, pajak. Itu adalah hak atas tanah yang dikuasai asing yang di dalamnya ada emas, perak dan tembaganya.
2. Yang namanya PT itu berbeda dengan tanah yang dijamin konstitusi. Di dalam PT itu ada aset, ada modal, saham-saham, R&D, ada team direksi, expertise, brand, technology, market channel. Ada harta-harta kelihatan dan ada intangiblesnya. PT ini bukan milik kita. Itu dibawa asing ke tanah Indonesia dan jika mereka diusir, pasti aset-asetnya itu diangkut semua keluar dan kita pasti tak bisa olah emas itu dengan cara-cara konvensional. Jadi kalau mau diambil, ya harus bayar kompensasinya. Kalau mau tanahnya saja, usir saja PT nya, lalu bangun sendiri PT baru. Tapi, butuh 20-30 tahun dan sangat mahal untuk bisa membentuk itu semua.
3. Jokowi rela compang-camping dihina para mafioso yang berada di balik kuasa itu. Dia bereskan dengan tenang untuk dapat bagian dari PT nya yang lebih besar dan fair, yaitu bayar yang menjadi hak orang lain dan sebaliknya mereka harus bayar lebih baik yang menjadi hak kita
4. Ada yang bilang itu memang sudah saatnya beralih. Ya begini, sekarang semua orang bisa bilang sudah saatnya. Tetapi menentukan saatnya sebelum waktunya tiba itulah leadership. Dan jangan lupa ide itu murah karena tak berisiko apa-apa, tetapi implementasi itu mahal karena yang menjalankan akan babak belur.
5. Yang kita beli dan ambil alih itu sahamnya sehingga kita bisa menjadi pemegang saham mayoritas supaya bisa dapat bagian lebih besar dan bisa pegang kendali, dari pengolahan dan teknologi yang kita gak kuasai.... kita bisa belajar alih teknologi dan skill.
6. Mengapa kita harus jual global bond untuk biayai pengambilalihan saham PT FPI? Karena kita ngga mau cadangan dollar kita tergerus lagi. Nilai rupiah bisa tertekan lagi kalau diambil dari lokal. Sebab PT FPI maunya dibayar pajak dolar, bukan rupiah. Jadi kita harus cerdik sedikit. Tinggal bagaimana hitung-hitungannya. Itu harus berhitung
7. Yang kita perlukan surat hutang yang tenornya panjang, bahkan ada yang 30 tahun. Supaya apa? Agar hasil Freeport bisa segera dinikmati bangsa ini. Kalau dihitung, kita baca laporan keuangannya, maka tampak EBITDAnya PT FPI setahun sekitar US$4 miliar. Net profitnya, sebutlah sekitar US$2 miliar. Kalau jangka pendek, jelas memberatkan.
8. Karena kini kita berhasil memiliki sahamnya sebesar 51,2%, misal dalam setahun Indonesia bisa menikmati USD 1B lebih. Itu duit gede boz!
9. Jadi kalau kita mau, hanya dalam 4 tahun global bond itu beres dan setelah itu kita dapat duit gede seterusnya selama 50 tahun. Sebab jumlah surat hutang itu ya hanya sekitar US$4 miliar sebagai kompensasi yang kita bayar ke PT FPI. Aneh kalau kehebatan ini disalah-salahkan.
10. Maka, hanya orang-orang memakai kacamata buram yang menyalah-nyalahkan bangsa Indonesia. Dan orang seperti itu akan selalu ada di negeri ini.
Sementara, Dunia justru sedang memuji betapa lihai dan pandainya pemimpin Indonesia.
11. So, faktanya kini kita bisa menutup akhir tahun dengan banyak senyum. Saat kita bisa berlibur menikmati ribuan kilometer jalan-jalan baru baik antar kota maupun antar desa. Saat warga desa menyewakan homestaynya melalui platform airbnb. Saat kita merayakan banyak keberhasilan....