Bisnis.com, JAKARTA -- Keberadaan angkutan online dinilai tidak signifikan membentuk lapangan kerja baru. Eksistensinya dipandang hanya menciptakan alternatif pekerjaan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Institut Studi Transportasi (Instran), hanya 4,3% pengemudi yang menganggur sebelum bekerja sebagai driver angkutan sewa khusus (taksi online).
Survei itu dilakukan terhadap 300 pengemudi taksi online di Jabodetabek, DI Yogjakarta, Surabaya, dan Bali.
"Ini sebetulnya menggugurkan klaim-klaim aplikator bahwa mereka telah menciptakan sekian ratus ribu lapangan pekerjaan baru. Yang terjadi, mereka memberikan opsi pekerjaan saja," ujar Ketua Umum Instran Darmaningtyas, Rabu (19/12/2018).
Selanjutnya, survei tersebut menunjukkan 43,3% pengemudi angkutan online sebelumnya bekerja sebagai karyawan, disusul sopir angkutan/pribadi/taksi (35,5%), wiraswasta (11,7%), buruh (3%), mahasiswa (0,9%), freelance (0,9%), dan PNS (0,4%).
Sementara itu, survei terhadap 300 pengemudi ojek online menunjukkan hanya 5,6% pengemudi yang sebelumnya tidak bekerja. Sebanyak 36,7% responden sebelumnya bekerja sebagai karyawan, diikuti buruh (19,1%), wiraswasta (13,5%), sopir angkutan/pribadi (6%), tentara/polisi/satpam (6%), pengemudi angkutan sewa khusus (5,6%), serabutan/jasa (3,7%), mahasiswa (1,4%), teknisi (0,9%), ibu rumah tangga (0,9%), dan pelayaran (0,5%).
"Memang [taksi dan ojek online) menciptakan lapangan kerja baru, tapi tidak sebesar yang dikatakan selama ini," kata Darmaningtyas.
Meskipun demikian, baik pengemudi taksi online maupun ojek online menjadikan pekerjaaannya saat ini sebagai pekerjaan utama. Sebanyak 77% responden pengemudi taksi online menganggap pekerjaannya sebagai pekerjaan utama ketimbang sampingan. Sementara, 71,7% driver ojek online mengaku pekerjaannya saat ini sebagai pekerjaan utama.