Bisnis.com, JAKARTA — Eksportir batu bara masih mengandalkan pasar tradisional, yaitu China dan India, sehingga sulit untuk mengalihkan ekspor ke pasar baru sebagai alternatif dalam jangka pendek di tengah pengurangan permintaan dari Negeri Panda.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan bahwa kendati saat ini masih sulit mengalihkan pasar ekspor batu bara ke negara lain, eksportir masih memiliki peluang dalam jangka panjang.
Menurutnya, peluang pasar baru untuk batu bara berada di Asia Tenggara, yaitu Vietnam, Malaysia serta di Asia Selatan, yaitu Pakistan dan Bangladesh.
“Namun, permintaan mereka [Vietnam, Malaysia, Pakistan, dan Bangladesh] jelas masih jauh di bawah China,” katanya kepada Bisnis, Senin (17/12).
Produksi batu bara pada tahun ini diperkirakan di atas 485 juta ton. Pemerintah membatasi produksi batu bara pada tahun ini sebanyak 485 juta ton. Sekitar 75% produksi batu bara nasional dijual ke pasar global, sedangkan sisanya untuk kebutuhan domestik, seperti pembangkit listrik dan industri.
Febriati Nadira, Head of Corporate Communication Division PT Adaro Energy Tbk., mengatakan bahwa emiten berkode saham ADRO itu belum mencari pasar baru karena negara tujuan ekspor Adaro saat ini sudah terdiversifikasi.
“Hal ini dilihat pada laporan keuangan kami, terbesar memang di Asia Tenggara dan Asia Timur. India dan China juga bukan dominan untuk pasar ekspor,” katanya.
Rerata harga batu bara sepanjang Januari—November 2018 sebesar US$99,55 per ton masih lebih tinggi dibandingkan dengan rerata 2017 sebesar US$85,92 per ton. Namun, tren harga batu bara terus melemah sejak September 2018. Harga batu bara acuan pada Agustus 2018 US$107,83 per ton kemudian turun ke US$97,90 per ton pada November.
Nadira menyebutkan bahwa pada kuartal III/2018, total penjualan batu bara ADRO mencapai 15,47 juta ton atau naik 9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Total penjualan batu bara Adaro pada Januari—September 2018 mencapai 39,27 juta ton, tidak berbeda jauh dengan periode yang sama tahun lalu.
Dia menambahkan, penjualan batu bara ADRO ke pasar Asia Tenggara termasuk Indonesia selama Januari—September 2018 mencapai 38% dari total produksi perusahaan tersebut disusul Asia Timur 31%, India dan China masing-masing 13%.
Pasar India selama 9 bulan pertama 2018, katanya, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal itu disebabkan oleh permintaan batu bara dari India selama periode tersebut naik cukup signifikan.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, realisasi penjualan batu bara di dalam negeri (market domestic obligation/DMO) per akhir November 2018 telah mencapai 100,37 juta ton atau 87% dari target 114 juta ton. Penjualan batu bara di dalam negeri itu terbagi atas sektor kelistrikan (pembangkit listrik) 82,3 juta ton dan industri lain sebanyak 18,07 juta ton.
Realisasi produksi batu bara per November 2018 sudah melampui 400 juta ton, tetapi masih di bawah 500 juta ton.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penambahan kuota produksi batu bara pada tahun ini sebanyak 100 juta ton. Namun, dari tambahan kuota itu, produsen batu bara kemungkinan hanya dapat merealisasikan 25 juta ton. Jika ditambah dengan kuota produksi 2018 sebanyak 485 juta ton, total produksi batu bara pada tahun ini bisa menembus 510 juta ton jauh melampui realisasi tahun lalu 461 juta ton.