Bisnis.com, NUSA DUA — Pemerintah kembali menegaskan optimismenya bahwa pertumbuhan ekonomi 5,2% dapat dicapai pada tahun ini di tengah tekanan defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan.
Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Annual Media Briefing di Bali, Kamis (6/12/2018).
Untuk inflasi, Sri Mulyani memperkirakan hingga akhir tahun akan stabil pada level 3,2%, sedangkan nilai tukar rupiah diperkirakan sebesar Rp14.275 per dolar AS.
Sebelumnya, sejumlah ekonom memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun tidak akan sampai 5,2% karena tidak semua mesin pendorong pertumbuhan ekonomi bisa diandalkan, salah satunya ekspor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi 2018 diperkirakan hanya 5,16%-5,17%.
Namun demikian, Sri Mulyani tetap optimistis laju ekonomi hingga akhir tahun bisa mencapai 5,2% seiring dengan kinerja investasi yang diperkirakan terjaga pada level 7% dan konsumsi yang tumbuh di atas 5%.
Dia mengakui bahwa capaian kinerja sejumlah indikator makroekonomi tersebut di bawah target APBN 2018 akibat depresiasi nilai tukar rupiah dan kenaikan harga minyak dunia. Namun demikian, lanjutnya, dari sisi penerimaan negara, pemerintah mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga minyak dan nilai tukar rupiah.
Baca Juga
“Oleh karena itu, kami akan jaga APBN 2019 untuk tetap mampu menjadi jangkar stabilitas. Fleksibel tapi juga tetap stabil,” jelasnya.
Untuk 2019, Sri Mulyani menuturkan sejumlah tantangan yang dihadapi a.l. kinerja ekspor di tengah penurunan harga CPO dan batu bara. “Tekanan terhadap ekspor akan cukup nyata dan perlu diwaspadai,” tuturnya.
Adapun untuk pengendalian impor, dia menyatakan dampak kebijakan pengenaan PPh impor yang sudah diterapkan mulai terlihat mengurangi permintaan terhadap barang-barang impor yang terkena kenaikan PPh impor.
“Kami berhadap akhir tahun dan awal tahun depan, program B20 bisa berjalan dan bisa mengendalikan permintaan minyak,” tambahnya.