Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar Rapat Koordinasi Nasional Bank Sampah ke-5 untuk meningkatkan keterlibatan para pemangku kepentingan dalam menangani masalah pengelolaan sampah.
Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan rakor merupakan kegiatan rutin KLHK setiap tahun sebagai wadah komunikasi nasional para pelaku Bank Sampah di seluruh Indonesia.
Para peserta adalah pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dunia usaha, dan asosiasi yang bergerak dibidang lingkungan hidup, khususnya masalah persampahan.
Vivien menjabarkan ada sejumlah tujuan dari Rakornas Bank Sampah ke-5 ini. Pertama, untuk memberikan dorongan terhadap peran serta masyarakat dalam mengelola sampah dengan cara memilah dan mengolah sampah di sumbernya melalui mekanisme Bank Sampah.
Kedua, meningkatkan kapasitas Bank Sampah dalam hal pengelolaan sampah baik sampah organik maupun sampah an organik. Ketiga, memperluas jejaring kerjasama Bank Sampah dengan dunia usaha baik perbankan, sistem on line maupun sektor industri.
"Isu sampah merupakan isu nasional bangsa Indonesia, terutama kota-kota besar karena timbulan sampah yang semakin bertambah seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk, kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang ingin kepraktisan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya berdampak kepada semakin beragamnya jenis sampah yang dihasilkan," kata Vivien dalam pembukaan Rakor, Senin (3/12/2018).
Di samping itu Vivien menambahkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah menyebabkan sampah belum dapat dikelola secara optimal disumbernya, banyak sampah yang tercecer ke lingkungan dan berakhir di laut.
"70% sampah di laut berasal dari daratan atau land based mangement. Sisanya 30% berasal dari kegiatan di laut atau sea based management," sambungnya.
Vivien menyebutkan timbulan sampah pada 2016 sebesar 65 juta ton dengan estimasi timbulan sampahnya adalah 0,7 kilogram per hari. Adapun komposisi sampah nasional didominasi oleh sampah organik sebesar 57%, sampah plastik sebesar 16%, dan sampah kertas 10%, sisanya 17% adalah sampah lainnya.
Dia juga menyebutkan ada peningkatan timbulan sampah plastik pada 2013 sebesar 14% menjadi 16% pada 2016. Ada pula penurunan timbulan sampah organik nasional dari 60% menjadi 57%.
"Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih suka menggunakan produk-produk dengan kemasan sekali pakai seperti styrofoam, plastik sekali pakai atau produk-produk dengan pembungkus sachet yang sulit untuk diolah," kata Vivien.
Ada 5 jenis sampah plastik yang mendominasi di lingkungan, yaitu kantong plastik sekali pakai, PET botol, sedotan, strofoam dan suchet.
Sumber utama sampah nasional yaitu 36% dari kegiatan rumah tangga, sehingga pendekatan pengelolaan sampah harus dilakukan melalui pengelolaan sampah di sumbernya berbasis partisipasi masyarakat. Caranya dengan membangun kesadaran masyarakat untuk menerapkan prinsip 3R yakni reduce, reuse dan recycle melalui pembangunan Bank Sampah di wilayah permukiman masyarakat.
"Bank Sampah merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sampah melalui partisipasi masyarakat dengan memilah dan mengolah sampah di sumbernya atau social engineering," tutur Vivien.
Pemerintah memandang perlu untuk membangun mentalitas bangsa yang peduli terhadap lingkungan dan bertangung jawab terhadap sampah yang dihasilkannya melalui Bank Sampah.
Sesuai data KLHK pada 2017, jumlah Bank Sampah sudah mencapai 5.244 yang tersebar di 31 provinsi dan 218 kabupaten/kota dengan sampah terkelola terbanyak adalah sampah plastik sebesar 40,79%, sampah terbesar kedua di bank sampah yaitu sampah kertas sebesar 33,43%, alumunium/besi/seng sebesar 21,74%, dan selebihnya adalah sampah logam, kaleng dan sampah lainnya.
Vivien menyebut jika dilihat dari volumenya, Bank Sampah memberikan kontribusi terhadap pengurangan sampah nasional sebesar 1,7% atau 1.389.522 ton per tahun dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp1,48 miliar per tahun. Menurutnya jumlah ini relatif masih kecil namun optimis untuk terus ditingkatkan.
Dia juga menambahkan bahwa untuk mengembangkan Bank Sampah di Indonesia harus dilakukan secara terintegrasi untuk mengelola tidak hanya sampah anorganik, tetapi juga sampah organik dan membangun jejaring serta koordinasi dengan beberapa pemangku kepentingan yakni masyarakat, produsen, dunia usaha, asosiasi, perguruan tinggi dan pemerintah.