Bisnis.com, JAKARTA — Impor minyak mentah akan ditekan pada tahun depan seiring dengan telah disepakatinya penjualan minyak mentah (lifting) dari sembilan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) ke PT Pertamina (Persero).
Angin segar pascaditerbitkannya Peraturan Menteri ESDM No. 42/2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri, akhirnya terasa. Setelah lebih dari 2 bulan digulirkan, Pertamina sepakat melakukan transaksi penyerapan lifting minyak mentah dengan sembilan Kontraktor pada 2019.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito mengatakan, sudah ada yang sepakat melakukan transaksi dengan Pertamian, dan ada pula yang masih dalam pembahasan.
"Karena terkait sama aturan yang berlaku di Indonesia, misalnya pajak dan sebagainya," tuturnya, Selasa (13/11/2018).
Menurutnya, selain 9 kontraktor yang sudah sepakat, pembahasan sedang berlangsung dengan salah satu KKKS besar untuk memastikan transaksi minyak mentah dapat terjadi.
Adiatma menambahkan Pertamina sejatinya ingin proses transaksi dapat lebih cepat terlaksana agar dapat memangkas impor crude oil nasional. Hanya saja, karena banyak hal yang harus diselesaikan dengan pendekatan business to business, tetap memerlukan waktu.
"2019 awal, pokoknya setahun [jual - beli]," tambahnya.
Mengenai transaksi jual beli, Pertamina masih mengusahakan penggunaan rupiah daripada dolar Amerika Serikat.
Terpisah, Dirjen Migas Djoko Siswanto mengatakan sudah ada 9 kontraktor yang sepakat menjual minyak mentah bagiannya ke Pertamina. "Saya dapat surat dari Pertamina. Sudah deal 9 KKKS dengan pertamina bilangnya," katanya.
Terkait dengan mata uang yang digunakan, Djoko memperkirakan tetap akan menggunakan dolar Amerika Serikat.
Dia menambahkan, dengan adanya transaksi tersebut, menunjukkan beleid yang diterbitkan pemerintah sudah dijalankan. "Pertamina laporan ke saya yang kirim Bu Nicke [Direktur Utama Pertamina]. Di surat Bu Nicke, khusus untuk Chevron masih ada diskusi salah satu soal pajak tapi ada badan usaha yang sudah deal," tambahnya.
Medio September lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Energi (ESDM) menerbitkan beleid tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
Peraturan Menteri ESDM No. 42/2018 ini hadir dengan semangat optimasi pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri, dan meningkatkan ketahanan energi nasional. PT Pertamina (Persero) nantinya akan menjadi aktor utama dalam menyerap hasil lifting minyak bagian kontraktor, yang saat ini berkisar 225.000 barel per hari.
Dalam beleid tersebut, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan afiliasinya wajib menawarkan minyak bumi bagiannya kepada Pertamina dan/atau badan usaha pemegang isin usaha pengolahan minyak bumi.
Kewajiban penawaran tersebut dilaksanakan paling lambat tiga bulan sebelum dimulainya periode rekomendasi ekspor untuk seluruh minyak bumi bagian kontraktor. Dalam penawaran, kontraktor wajib melakukan negosiasi minyak secara kelaziman bisnis.
Pertamina sendiri juga dapat melakukan penunjukan langsung kepada kontraktor untuk membeli minyak bumi bagiannya. Dalam Pasal 5 Permen ESDM 42/2018, Pertamina dapat mengadakan kontrak jangka panjang selama 12 bulan.
Setelah tahap negosiasi berakhir, kedua belah pihak wajib melaporkan hasilnya kepada Dirjen Migas ESDM. Terkait aturan lebih teknis, akan diatur dalam Peraturan setingkat Dirjen dan SKK Migas sesuai dengan kewenangannya.