Bisnis.com, MANGUPURA– Pembangunan infrastruktur ke depan perlu mengedepankan aspek kesiagaan bencana atau ‘disaster preparedness’
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong mengatakan infrastruktur vital seperti bandara, gardu listrik, pelabuhan, dan menara telekomunikasi, mengalami kerusakan yang cukup parah ketika terjadi bencana alam di Lombok (NTB) dan Palu (Sulteng) belum lama ini.
“Kita perlu optimalkan tentang strategi mewujudkan pembangunan infrastruktur yang lebih baik dan tahan dari terpaan bencana,” katanya dalam Forum Infrastruktur yang digelar BKPM bersama PT Bank HSBC Indonesia yang merupakan kegiatan paralel Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Group, Kamis (11/10/2018).
Menurut Lembong perlu dibicarakan pula dari segi finansial, bagaimana penerapan manajemen risiko bencana dan inovasi-inovasi finansial lainnya yang dapat diterapkan untuk kesiapan menghadapi bencana.
Forum Infrastruktur BKPM-HSBC yang dihadiri 500 investor itu merupakan forum komunikasi antara pemerintah dengan para investor dalam dan luar negeri, baik di sektor infrastruktur maupun keuangan dan lembaga perbankan.
“Acara ini membahas mengenai peluang pengembangan sektor infrastruktur di Indonesia serta perkembangan-perkembangan terkini dalam skema pendanaan infrastruktur,” katanya.
Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia Sumit Dutta mengatakan nasabah global bank tersebut untuk turut ambil bagian dalam pembangunan infrastruktur Indonesia.
“Dalam rangka realisasi rancangan pembangunan infrastruktur Indonesia, pemerintah, dan pihak swasta membutuhkan skema pembiayaan yang baik dan solutif demi menunjang keberlanjutan pembangunan proyek infrastruktur di masa mendatang, salah satunya adalah melalui investasi di proyek pembangunan infrastruktur,” katanya.
Data Asian Development Bank tercatat, estimasi kebutuhan investasi infrastruktur Asia dari 2016-2030 tercatat US$22,6 triliun atau sekitar US$1,5 triliun per tahun.
Dengan memperhitungkan mitigasi bencana dan adaptasi kenaikan biaya investasi yang dibutuhkan meningkat menjadi US$26,2 triliun atau US$1,7 triliun per tahun.
Untuk Asia Tenggara, dalam periode 2016-2030 tersebut membutuhkan investasi infrastruktur sebesar US$2,7 triliun dengan memperhitungkan mitigasi bencana dan adaptasi kenaikan bencana menjadi sebesar US$3,1 triliun.