Bisnis.com, JAKARTA —PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akan merampungkan pembayaran US$3,85 miliar untuk akuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia pada November 2018.
Setelah pembayaran tuntas, induk usaha BUMN tambang itu otomatis menguasai 51% saham Freeport Indonesia.
Namun, Inalum masih membutuhkan waktu transisi untuk menjadi operator pertambangan PT Freeport Indonesia kendati perseroan nantinya menguasai 51% saham anak perusahaan Freeport-McMoRan Inc. tersebut.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Tino Ardhyanto menilai bahwa masa transisi dalam pengelolaan tambang Grasberg masih diperlukan.
Menurutnya, dengan komposisi kepemilikan mayoritas di pihak Inalum sebesar 51%, perseroan seharusnya bisa menjadi operator. Namun, lanjutnya, langkah itu tak bisa langsung diimplementasikan karena harus melewati masa transisi yang diperkirakan tidak lebih dari 5 tahun.
Dia menjelaskan, selama masa transisi itu, Inalum harus bisa memegang kendali level manajerial ke atas. Namun, untuk level manajerial ke bawah masih bisa dipertahankan komposisinya seperti saat ini.
“Karena sama halnya dengan habisnya perizinan supplier, kontraktor habis tidak bisa langsung diubah baru, nanti vendor kontraktornya bingung sendiri. Itu mengapa perlu transisi, bukan masalah kompetensi, tapi masalah pengalihan normal,” katanya, Kamis (4/10).
Dia juga mengharapkan setelah divestasi, dampak sosial masyarakat yang selama ini menjadi konflik berkelanjutan harus bisa diakomodasi. Kepemilikan saham 10% oleh pemerintah daerah harus bisa memengaruhi keputusan direksi.
“Ketika mayoritas Pemerintah Indonesia, kepentingan nasional juga mencakup keberpihakan. Bagaimana bisa menciptakan efek pengganda kepada masyarakat setempat. Harus lebih baik setelah divestasi,” kataya.
Head of Corporate Communication Inalum Rendi Achmad Witular mengatakan bahwa pembayaran divestasi saham Freeport senilai US$3,85 miliar oleh Inalum diharapkan selesai pada November tahun ini.
Setelah pembayaran tuntas, menurutnya, tahap pembahasan komposisi manajemen dan direksi dimulai.
Dia juga memastikan bahwa produksi bijih minieral Freeport Indonesia akan turun mulai tahun depan karena transisi dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah. Namun, penurunan kinerja tersebut, katanya, tidak akan menekan kinerja keuangan Inalum.
“Tidak akan mengganggu kinerja Inalum. Dividen kita hanya berkurang dari PTFI. Nanti setelah 2022 operasional baru kembali normal dengan EBITDA [laba sebelum bunga dan pajak] di atas US$4 miliar dan laba bersih sekitar US$2 miliar,” ungkapnya.
Seluruh dana yang dibutuhkan Inalum dalam mengakuisisi saham Freeport akan diambil dari pinjaman perbankan kendati perseroan memiliki kas internal sebesar US$1,5 miliar.