Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha optimitis bahwa pembangunan smelter tembaga yang mesti dilakukan Freeport sebagai bagian kesepakatan dalam divestasi saham rampung 4 tahun mendatang.
Sekretaris Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Setyo Sardjono menekankan kewajiban perusahaan membangun smelter sampai proses pengolahan dan pemurnian sudah diamanatkan dalam undang-undang. Tak hanya itu, dengan kendali berada di tangan pemerintah Indonesia melalui Inalum, sebagai induk holding pertambangan, memiliki sumber daya atau ahli metalurgi yang bisa menggarapnya. Sebut saja seperti PT Timah Tbk. dan PT Aneka Tambang Tbk.
Dia menambahkan selanjutnya terkait lokasi pembangunan, baik di Gresik ataupun di Papua, hanya terkait urusan komersial. Menurutnya justru akan lebih baik jika pembangunan smelter dilakukan di Papua ketimbang di gresik, sebab hali itu hanya akan menambah beban biaya lebih lanjut seperti biaya transportasi bahan baku untuk dibawa ke Gresik.
“Mending dibangun di Papua,lalu dibangun pelabuhan besar, supaya Papua juga berkembang. Transportasi lebih murah. Sehingga kekhawatiran bisa selesai 2022 tetap optimistis bisa terbangun,”katanya Kamis (4/10/2018).
Selain itu untuk mempercepat realisiasi pembangunan, persoalan birokrasi di tubuh BUMN haru bisa dipangkas. Sebab selama ini BUMN dikenal dengan birokrasinya yang lebih rumit ketimbang swasta.