Pidato perdana Presiden Joko Widodo setelah dilantik 20 Oktober 2014 menyentak kembali ingatan bahwa peradaban Indonesia adalah laut dan samudra. Dia mengajak kembali menghadap laut, setelah lama memunggungi, lalu 'naik ke atas kapal' untuk berlayar menuju cita-cita besar menjadikan Indonesia poros maritim dunia.
Sekitar 70% arus kontainer dunia terkonsentrasi di Benua Asia. Potensi muncul karena lokasi Indonesia berada pada jalur pergerakan kapal-kapal kargo dunia di Selat Malaka.
Namun, potensi saja tidak cukup. Kapasitas Indonesia di bidang maritim yang terbatas menciptakan jurang antara potensi dan cita-cita. Seluruh pemangku kepentingan harus bekerja untuk menutup kesenjangan itu, baik regulator, pelayaran, pelabuhan, maupun perusahaan logistik.
Berada di urutan teratas Indonesia Top 10 Container Ports 2017 versi Drewry Maritime Advisors, PT Pelindo II (Persero) atau Indonesia Port Corporation (IPC) menjadi salah satu tumpuan untuk mengegolkan poros maritim dunia. Kecepatan pelayanan, ketersediaan alat, dan efektivitas penggunaan aset, menjadi titik berat IPC.
IPC mengembangkan soft infrastructure, yakni pengembangan IPC yang tidak berwujud fisik, seperti pengembangan sumber daya manusia, penerapan operasional selama 7 hari 24 jam (24/7), dan digitalisasi. Hard infrastructure atau pengembangan fisik juga dibangun, seperti pembangunan New Priok Kali Baru Terminal, Pelabuhan Kijing di Pontianak, Kanal Cikarang Bekasi Laut, dan Pelabuhan Sorong.
IPC kemudian mengubah proses manual menjadi digital atau lazim disebut digitalisasi agar infrastrukturnya terintegrasi dengan stakeholder. Dari sisi operasi, IPC mengimplementasikan Terminal Operating System (TOS) di beberapa terminal. IPC bersama regulator juga menerapkan Inaportnet untuk mengintegrasikan pelayanan kapal di pelabuhan.
Secara keuangan, IPC telah menggunakan sistem pembayaran cashless. Berikutnya di sisi komersial, IPC menerapkan e-service yang memungkinkan pengguna jasa memonitor dokumen mereka secara online.
Implementasi konsep poros maritim dunia mulai tampak. Medio tahun ini, kapal kontainer raksasa APL Salalah berkapasitas 10.642 TEU's yang dioperasikan oleh CMA CGM sandar di Tanjung Priok. Kapal itu melayani ekspor langsung (direct call) ke Los Angeles, Amerika Serikat. Sebelumnya, IPC telah melayani pula rute langsung Jakarta-Eropa Utara. Direct call Jakarta-Brisbane (Australia) juga telah dibuka.
Direct call merupakan pencapaian bagi IPC yang berdampak pada penurunan biaya logistik kargo internasional karena kargo tidak terkena lagi biaya handling di pelabuhan lain.
IPC menopang perdagangan domestik (antarpulau) dengan mengembangkan pelabuhan-pelabuhan yang dilewati jalur tol laut. IPC juga menginisiasi penerapan program integrated port net yang mengintegrasikan pelabuhan dengan kawasan industri.
Pelabuhan Tanjung Priok, salah satu cabang IPC, pernah menjadi praktik terbaik di Asia Pasifik pada dekade 1980. IPC tengah memanjat lagi posisi ini dengan konsep smart port, bahkan ingin melampauinya dengan menjadi operator pelabuhan kelas dunia. (*)