Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menargetkan dapat menyelesaikan pengawasan pada 150 unit koperasi simpan pinjam hingga akhir tahun.
Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Suparno mengatakan program ditujukan untuk dapat meningkatkan kualitas koperasi Indonesia. Pasalnya, tanpa pengawasan yang reguler, perkembangan koperasi tidak begitu signifikan, bahkan menimbulkan banyak keluhan.
"Pengawasan ini tujuan akhirnya adalah untuk peningkatan kualitas, dan tahun ini kita bisa melakukan pengawasan pada 150 unit koperasi," katanya kepada Bisnis, Minggu (23/9/2018).
Adapun, jumlah koperasi di Indonesia saat ini 152.714, koperasi yang terdiri 23.551 Unit Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan 127.627 non-KSP.
Dia mengatakan, kewajiban koperasi adalah melaksanakan semua ketentuan yang telah diatur dalam peraturan menteri, seperti pengadaan rapat, pembuatan program kerja, penentuan bunga kredit yang sesuai, sosialisai calon anggota, dan lain sebagainya.
Menurut Suparno, dengan telah banyaknya laporan dan keluhan yang diterima Kemenkop UKM, mengindikasikan bahwa sudah mulai banyaknya koperasi yang tidak beroperasi sesuai ketentuan.
"Kami banyak juga menumukan keluhan dari anggota yang belum dilayani maksimal oleh koperasinya, maupun juga calon anggotanya," ucapnya.
Meski demikian, Lanjut Suparno, munculnya keluhan-keluhan tersebut dinilai wajar, karena awalnya pemerintah memiliki anggran yangs angat terbatas, sedangkan program pengawasan juga baru dimulai tahun lalu.
Oleh karena itu, Suparno mengatakan, selain mengintensifkan program pengawasan, kemerterian juga tengah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan kualitas staf pengawas di daerah.
Adapun, jumlah Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL) mencapai 1.035 PPKL yang tersebar di 33 Propinsi dan 270 Kabupaten/Kota.
"Dengan berlakunya Undang-Undang Pemerintah Daerah, Pemda justru memiliki peran penting dalam pembinaan dan pengawasan koperasi-koperasinya," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Manajer Koperasi Indonesia (AMKI) Sularto mengatakan pemerintah terlalu lamban dalam melakukan program pengawasan. "Bahkan, saya bisa katakan kerja pemeriantah nyaris tidak ada," ucapnya.
Dia mengatakan, sepanjang 2018 AMKI menemukan setidaknya 100 pengaduan dari berbagai anggota KSP, tetapi penagaduan tersebut tidak benar-benar terselesaikan oleh pemerintah.
"Itu 100 baru yang melapor, yang lain itu biasanya, cuma mengeluh dan tidak menulikan laporan secara formal, dan mereka rugi begitu saja," katanya.
Adapun, dia memaparkan, masalah-masalah yang ada di KSP dan USP, pertama, anggota yang terlalu paham betul dengan hukum, sehingga sering terjadinya penipuan terhadap dan menjerumuskan anggota tanpa perlindungan hukum yang jelas.
Kedua, AMKI juga menemukan beberapa kasus terkait penentuan suku bunga pinjaman yang ditentukan secara suka-suka oleh pengurus, sehingga alih-alih membantu anggotanya, koperasi justru menjatuhkan anggotanya dengan beban utang yang besar.
Ketiga, AMKI juga sering menemukan adanya praktik penundaan status keanggotaan para calon anggota koperasi. "Iya tujuannya biasnya sederhana. Ya mungkin menunggu setelah bagi hasil keuntungan selesai," ucapnya.
Oleh karena itu, AMKI berharap pemerintah segera mengintensifkan program pembinaan dan pengawasannya. "Bahkan, untuk jumlah koperasi sebanyak ini seharusnya sudah ada lembaga diluar kementerian yang mengawasi koperasi, sehingga kerjanya jauh lebih efektif."