Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah diminta memperhatikan risiko paparan dari tekanan eksternal jika meloloskan rencana menaikkan denominasi rupiah dalam penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Kementerian Keuangan telah menyampaikan ada rencana menaikkan denominasi rupiah dalam penerbitan SBN menjadi lebih dari 80% dari total outstanding.
Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Institute Eric Alexander Sugandi mengungkapkan risiko tekanan akan lebih besar sebab kepemilikan asing di SBN masih signifikan, yakni sekitar 39%-40%.
"Jika asing membeli SBN dalam rupiah, pada waktu beli mereka mesti konversi valas ke rupiah. Ini akan menambah persediaan devisa dan likuiditas valas di perekonomian dan akan memperkuat rupiah karena mereka membeli rupiah waktu masuk. Namun, jika mereka keluar, mereka akan beli valas dan bisa menekan rupiah," jelasnya kepada Bisnis, Kamis (20/9/2018).
Menurut Eric, jika rencana itu direalisasikan maka idealnya investor domestik, baik institusional maupun ritel, mesti didorong untuk berpartisipasi agar kepemilikan asing bisa tergerus dan risiko terpapar dari tekanan eksternal bisa berkurang.
Sementara itu, Direktur Penelitian Core Indonesia Piter Abdullah mengatakan memang sebaiknya utang pemerintah utamanya adalah utang domestik berdenominasi rupiah. Namun, senada dengan Eric, dia menyatakan jika denominasi rupiah ditingkatkan tapi 40% dimiliki asing maka akan tetap menjadi bumerang.
"Ekonomi kita tetap rentan. Masalahnya, tidak mudah meningkatkan kepemilikan domestik kalau SBN masih harus bersaing dengan instrumen moneter. Ini juga yang harus dikoreksi," tegas Piter.
Kemarin, Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Schneider Siahaan menyampaikan bahwa porsi SBN berdenominasi rupiah sudah sekitar 80% dari total SBN yang beredar. Upaya tersebut dilakukan guna mengurangi risiko pembiayaan di tengah ketidakpastian global yang memicu capital outflow dan gejolak rupiah.
"Kemungkinan rupiahnya akan dominan 80%, kalau bisa lebih dari itu, kita mau kalau bisa rencana kita turunkan pelan-pelan kepemilikan investor asing," jelasnya di DPR.
Meski demikian, pemerintah akan realistis dan memperhatikan kesiapan investor SBN dalam negeri pada tahun depan.
"Kalau kita perhatikan, market kita SBN 10 tahun dengan yield 6% sekarang di 8,5%, pasarnya belum jalan. Investor [domestik] belum menaruh uangnya," tutur Schneider.
Berdasarkan data Kemenkeu per semester I/2018, jumlah kepemilikan investor asing dalam SBN mencapai Rp830,17 triliun, setara dengan 37,79% dari total SBN yang beredar yang sebesar Rp2.196,92 triliun. Artinya, ada sekitar 62,21% yang dimiliki investor domestik.