Bisnis.com, JAKARTA — Dua badan pengelola minyak dan gas bumi menggandeng Polri untuk pengawasan kegiatan hulu dan hilir migas.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan, pengawalan dari Polri dibutuhkan untuk memastikan distribusi bahan bakar minyak tepat sasaran dan tidak diselewengkan.
Sejak kerja sama tersebut terjalin hingga Agustus 2018, sebanyak 3.051 kasus penyimpangan di sektor hilir migas berhasil ditangani oleh Polri. Dari jumlah kasus tersebut, terdapat barang bukti dengan total 16,74 juta liter BBM yang diselewengkan.
"Nilai estimasi pengamanan uang negara setidaknya Rp150 miliar," ujar Fanshurullah dalam acara perpanjangan kerja sama SKK Migas dan BPH Migas bersama dengan Polri, Senin (17/9).
Kerja sama BPH Migas dan SKK Migas dengan Polri itu akan berlaku sama 2023.
Dia menyebutkan bahwa banyak potensi penyimpangan dalam distribusi BBM karena ada disparitas harga bahan bakar bersubsidi dan nonsubsidi.
Potensi penyimpangan tersebut rawan terjadi saat distribusi BBM dari depot ke stasisun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Oleh karena itu, pengawasan Polri di daerah dapat mencegah penyelewengan distribusi bahan bakar minyak. Pasalnya, sumber daya manusia di BPH Migas masih terbatas.
"Tahun depan subsidi [Solar] menjadi Rp2000 per liter. Dengan jumlah BBM subsidi [Solar] sebanyak 15,6 juta kiloliter [pada 2019] ada Rp35 triliun dana APBN amanat rakyat yang mesti Polri jaga agar tepat sasaran," katanya.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menyampaikan bahwa kerja sama badan pengelola hulu migas dan Polri telah terjalin sejak 2004.
Perpanjangan nota kesepahaman itu merupakan perpanjangan yang keempat kali. Dari MoU tersebut sudah terlaksana 14 kerja sama khusus dengan kepolisian daerah untuk mengamankan wilayah kerja kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Namun, gangguan sektor hulu migas masih terjadi sampai saat ini.