Bisnis.com, JAKARTA - Teknologi rumah tahan gempa Risha, inovasi Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sepertinya semakin digemari masyarakat.
Kepala Pulitbang Perumahan dan Permukiman Kementerian PUPR Arief Sabaruddin mengatakan sejak dipublikasikan pada 2004, pembangunan rumah instan sederhana sehat (Risha) semakin menyebar hingga ke wilayah timur Indonesia.
"Sudah ribuan saya kira yang bangun, datanya tidak semua terekam saking menyebarnya pembangunannya, hanya yang mengembangkan kebanyakan dari ukm masyarakat kecil," ujar Arief kepada Bisnis, belum lama ini.
Arief menyebutkan pembangunan Risha mayoritas merupakan pembangunan secara massal, seperti pembangunan perumahan karyawan London Sumatera di Sumatera Selatan sebanyak 500 unit pada 2007 dan pembangunan Kampung Deret Petogogan di Jakarta sebanyak 135 unit pada 2013.
Walaupun demikian, Arief mengaku hingga kini Risha juga diminati oleh perseorangan untuk membangun rumah, villa, kantor, hingga tempat usaha akibat keterjangkauan harga pembangunannya.
Keterjangkauan harga Risha dikarenakan penggunaan bahan material Risha dengan precast yang dibuat langsung oleh masing-masing aplikator di workshop.
Baca Juga
"Kenapa lebih murah, karena dikerjakannya di workshop. Seperti batik printing dengan batik tulis saja, lebih mahal batik tulis, karena batik printing lebih cepat prosesnya menggunakan mesin sehingga lebih murah," papar dia.
Dengan menggunakan sistem Risha, membangun rumah dengan tipe 36 dapat dibanderol harga mulai dari Rp50 juta per unit.
Ketahanan gempa yang diklaim tahan hingga magnitudo 8 dan memiliki keandalan terhadap beban gempa sampai dengan zonasi 6 atau daerah berisiko gempa paling tinggi di Indonesia, juga menjadi sorotan keunggulan Risha.
Tidak seperti pembangunan rumah konvensional, pondasi bangunan Risha tidak begitu dalam ke tanah hanya di titik kolomnya sehingga pembebanan melalui kolom dan pengikatnya bisa diganti menggunakan angkur.