Bisnis.com, JAKARTA - Implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 104/PMK.04/2018 tentang Pemberitahuan Pabean diharapkan bisa membantu pemerintah mengendalikan defisit neraca perdagangan.
Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengatakan bahwa tujuan pelaporan yang disebut dalam PMK 104/PMK.04/2018 ditujukan untuk pemotongan kuota.
"Pelaporan itu untuk alasan pemotongan kuota impor," ungkap Deni kepada Bisnis, Rabu (12/9/2018).
Adapun aturan baru yang merupakan penyempurnaan aturan sebelumnya ini memuat tiga ketentuan. Pertama, mengenai penambahan barang impor yang wajib memberitahukan jumlah barang impor.
Dengan aturan tersebut, pemerintah memasukan impor baja dan produk baja turunannya sebagai barang yang wajib dilaporkan jumlahnya ke otoritas kepabeanan.
Sebelum implementasi ketentuan baru tersebut, aturan ini hanya berlaku hanya berlaku bagi 13 komoditas yakni beras, garam, gula, jagung, holtikultura, hewan dan produk hewan, bahan bakar, tekstil dan produk tekstil,batik dan motif batik, kehutanan, BPO, intan, dan mutiara.
Baca Juga
Kedua, aturan ini juga berlaku bagi barang ekspor. Dari sisi jumlah komoditas tak ada perubahan. Setidaknya baik ketentuan yang lama maupun baru sama-sama mengatur delapan komoditas yang yang wajib lapor jumlah barang yang diekspor.
Kedelapan komoditas itu yakni cites atau satwa liar, migas, pertambangan, pupuk,intan, beras, hewan dan produk hewan, timah.
Ketiga, pengawasan terhadap penggunaan 161 mata uang asing bagi eksportir maupun importir yang keluar masuk daerah kepabeanan.
Penegasan mengenai pembatasan valas terdapat dalam Pasal 9B PMK 104/2018. Bunyi beleid-nya kurang lebih begini: "setiap orang yang membawa uang tunai berupa uang kertas asing ke dalam atau ke luar daerah pabean, maka wajib hukumnya memberitahukan jumlah uang kertas asing yang dibawa dengan menggunakan jenis satuan uang asing yang tercantum dalam lampiran aturan tersebut".