Bisnis.com, JAKARTA - Setelah ekonomi Argentina menguat pada 2017 dan koalisi Presiden Argentina Mauricio Macri yang disenangi pasar memenangkan Pemilu Legislatif pada Oktober 2017, ekonom pun memiliki harapan yang besar untuk perekonomian Argentina pada awal tahun ini.
Namun, pergerakan nilai peso ternyata menunjukkan kepada Argentina dan investornya bahwa sejarah volatilitas keuangan ekonomi terbesar ketiga di Amerika Latin itu belum berakhir.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar peso terhadap dolar AS di pasar spot terpantau melemah 4,35% ke level 38,48pada Selasa (9/4/2018) dan sepanjang tahun ini, peso terdepresiasi sekitar 51%.
Berikut perkembangan ekonomi Argentina yang dapat di lihat dari lima indikator, seperti dikutip dari Reuters:
Tingkat Spot PESO/USD
Selama ini, ekonom berargumen bahwa peso Argentina telah overvalued. Pemerintah pun telah mengetahui hal tersebut, bahwa nilai peso akan turun secara gradual dalam beberapa tahun ke depan.
Namun, tidak terduga, depresiasi peso ternyata terlalu dalam pada April karena investor khawatir Pemerintah Argentina tidak dapat mengendalikan inflasi dan dampak dari kenaikan suku bunga dari Bank Sentral AS (yang menguatkan nilai dolar AS secara global).
Depresiasi peso Argentina saat itu pun membuat utang Argentina yang dalam dolar AS menjadi lebih mahal bagi pemerintah, sehingga pemerintah terpaksa meminta bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar US$50 miliar dalam bentuk pinjaman.
Inflasi Nasional
Tingkat inflasi Argentina yang tinggi merupakan salah satu faktor yang membuatnya lebh rentan ketimbang negara lainnya di emerging market untuk ditinggalkan oleh investor. Selama bertahun-tahun, pemerintah populis di Argentina telah mencetak uang yang banyak untuk membiayai melebarnya defisit anggaran sehingga harga konsumen pun meningkat.
Pemerintahan Macri sejatinya telah berusaha untuk mengurangi praktik tersebut. Akan tetapi, upayanya untuk meningkatkan harga utilitas sebagai usaha untuk mengurangi subsidi dan menutup defisit fiskal malah tetap membuat inflasi tidak berubah.
Penurunan yang dalam terhadap nilai tukar peso Argentina pun memicu inflasi melaju cepat dalam beberapa bulan terakhir.
Cadangan Devisa
Bank Sentral Argentina bertanggung jawab untuk depresiasi peso dan kenaikan inflasi dengan mengerek suku bunga hingga 45% dan menjual cadangan devisa hingga miliaran dolar AS untuk melindungi peso.
Hal itu menyebabkan penurunan tajam dalam tingkat cadev Argentina, yang telah tumbuh secara gradual sejak Macri menjabat presiden pada Desember 2017.
Sementara pinjaman dari IMF akan meningkatkan cadev, namun tekanan lanjutan terhadap peso semakin memicu bank sentral untuk kembali melakukan intervensi moneter baru-baru ini.
Aktivitas Ekonomi
Melambungnya inflasi dan kenaikan suku bunga telah memberatkan perekonomian Argentina. Namun, keadaan juga semakin memburuk akibat ketidakberuntungan yang menimpa hasil produksi pertanian (kacang kedelai dan jagung), yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Argentina.
Perekonomian Argentina pun terkontraksi selama tiga bulan berturut-turut, dipimpin oleh pelemahan sektor agrikultur. Ekonom pun memperkirakan Argentina akan mengalami resesi dengan perekonomian telah jatuh hingga 6,7% pada Juni, atau penurunan terbesar secara bulanan sejak krisis ekonomi global pada 2009.
Jumlah Pekerja Terdaftar
Ancaman resesi mengancam dua janji kampanye Macri, yaitu keinginan Macri untuk mencapai tingkat kemiskinan di level nol dan menciptakan pekerjaan berkualitas untuk masyarakat Argentina.
Macri menyadari sebelumnya bahwa bulan ini tingkat kemiskinan telah semakin meningkat karena inflasi dan ekonomi yang memburuk, sementara jumlah pekerja terdaftar pun mulai melemah dari puncaknya pada Desember 2017.
Pemerintah berencana mengurangi anggaran infrastruktur sebagai bagian dari janjinua untuk mengurangi defsit anggaran di bawah kesepakatan dengan IMF, yang mana dapat memicu hilangnya beberapa lapangan pekerjaan. Alhasil, hal itu dapat merusak elektabilitas Macri di dalam Pemilu Argentina tahun depan.