Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setop Impor Barang Konsumsi, Pemerintah Tegas ke Industri yang Tak Sejalan

Pemerintah berjanji akan menindak tegas para pelaku industri yang tidak sejalan dengan upaya pemerintah untuk menyetop impor barang konsumsi dan memarkir dananya di luar negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan dalam konferensi pers Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Kita di Jakarta, Senin (25/6/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan dalam konferensi pers Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Kita di Jakarta, Senin (25/6/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berjanji akan menindak tegas para pelaku industri yang tidak sejalan dengan upaya pemerintah untuk menyetop impor barang konsumsi dan memarkir dananya di luar negeri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah tengah melakukan sejumlah upaya yang diyakini dalam jangka pendek dapat mengendalikan kebutuhan devisa yakni menyetop impor konsumsi, memberikan insentif bagi pelaku industri yang memarkir dananya di Indonesia, dan memberikan sanksi bagi pengusaha yang tidak memarkir dananya di Indonesia.

“Kami melihat komposisi dari komoditas-komoditas yang selama ini diimpor, namun nilai tambahnya bagi perekonomian tidak banyak. Dia [impor] tidak merupakan bahan baku, dia [impor] tidak merupakan barang modal, tapi dia [impor] barang konsumsi,” tekannya di Istana Negara, Senin (3/9/2018).

Pembatasan barang tersebut dilakukan dengan menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap sekitar 900 barang konsumsi. Hingga saat ini, tarif PPh impor berkisar 2,5%—7,5%.

Sebagai gantinya, pemerintah akan mengkaji kesiapan industri dalam negeri untuk melakukan substitusi barang impor tersebut.

Tak hanya itu, pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan mengawasi secara detil pergerakan sentiment di pasar. Intervensi dari pemerintah diakuinya akan dilakukan secara hati-hati supaya tidak menimbulkan sentimen yang berlebihan.

”Karena market saat ini dianggap terlalu sentimen terhadap setiap pergerakan, seberapa kecilnya,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper