Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Perlu Perkuat Negosiasi Hadapi Kemungkinan Sanksi Dagang

Indonesia dinilai perlu memperkuat upaya diplomasi dalam mengantisipasi kemungkinan terkena sanksi dagang oleh Amerika Serikat.
Suasana bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/9)./JIBI-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/9)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA -  Indonesia dinilai perlu memperkuat upaya diplomasi dalam mengantisipasi kemungkinan terkena sanksi dagang oleh Amerika Serikat.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, pemerintah sebaiknya tetap mengutamakan negosiasi perdagangan dan tidak melakukan retaliasi (tindakan balasan terhadap produk impor) karena retalisasi pada akhirnya akan memicu perang dagang yang tak berkesudahan.

Sebagai anggota dari World Trade Organization (WTO), Indonesia perlu mentaati aturan yang berlaku. Salah satunya adalah mengurangi seluruh restriksi (pembatasan) non-tarrif dalam perdagangan internasional. Studi yang dilakukan oleh World Bank pada 2015 menyatakan bahwa prinsip keterbukaan pada integrasi perdagangan berperan penting dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

”Kasus sengketa dagang Indonesia yang digugatkan oleh AS dan Selandia Baru pada hakikatnya memberikan gambaran bahwa Indonesia belum sepenuhnya dapat terbuka dengan perdagangan Internasional, terutama di bidang perdagangan holtikultura dan daging sapi. Perlu dipahami bahwa memang kebijakan perdagangan acap kali menimbulkan dilema bagi pemangku kebijakan,” ucapnya dalam siaran persnya. 

Ilman mengungkapkan, di satu sisi pemerintah dituntut untuk melakukan perlindungan terhadap petani dalam negeri melalui penerapan berbagai peraturan yang dianggap menghambat perdagangan internasional tersebut.

Namun di saat yang bersamaan, Indonesia dianggap masih membiarkan adanya hambatan non-tariff pada perdagangan internasional dengan negara lain. Hal inilah akhirnya yang membuat Indonesia harus melakukan revisi dan penyesuaian terhadap sejumlah peraturan. Misalnya saja revisi atas Permendag nomor 59 tahun 2016 menjadi Permendag nomor 20 tahun 2018.

Di sisi lain, peningkatan restriksi pada akhirnya berbuah gugatan oleh negara-negara pengekspor. Amerika Serikat bahkan mengancam akan melakukan evaluasi ulang atas kebijakan Generalized System of Preference (GSP) yang selama ini dianggap membantu pertumbuhan volume ekspor Indonesia ke sebesar 9,3%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper