Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2018, Tahun Kebangkitan Bisnis Toserba

Berbeda dengan tahun lalu, kinerja bisnis department store pada 2018 mulai menunjukkan gejala-gejala pertumbuhan positif, khususnya bagi segmen toko serba ada (toserba) yang membidik konsumen kelas menengah-atas.

Bisnis.com, JAKARTA — Berbeda dengan tahun lalu, kinerja bisnis department store pada 2018 mulai menunjukkan gejala-gejala pertumbuhan positif, khususnya bagi segmen toko serba ada (toserba) yang membidik konsumen kelas menengah-atas.

Chief Executive Officer (CEO) SOGO Sherry Sjiamsuri mengatakan, pertumbuhan penjualan SOGO pada selama semester I/2018 berhasil mencapai 12,8%. Lonjakan pertumbuhan tersebut cukup signifikan, karena selama tiga tahun berturut-turut, toserba ini hanya membukukan pertumbuhan penjualan 7%—8%.

"Meski memang [kinerja SOGO] lagi berat, tetapi dengan tetap berusaha, dan program-program kolaboratif kami bisa tumbuh 12,8%," kata Sherry kepada Bisnis.com,  belum lama ini.

Dia menjelaskan, pertumbuhan selama semester I/2018 didukung oleh meningkatnya pendapatan masyarakat dan dibarengi dengan banyaknya momentum libur, sehingga menarik masyarakat untuk berbelanja lebih sering.

Pada paruh kedua tahun ini, Sherry mengatakan, perusahaan yang dipimpinnya akan tetap berusaha mempertahankan pertumbuhan dua digit tersebut. Oleh karena itu, SOGO akan memanfaatkan momentum pertumbuhan semester II/2018.

"Paling tidak akan tetap sama, karena pada Agustus ada Asian Games, Hari Ulang Tahun Ke-73 Republik Indonesia, lalu pada Oktober nanti ada Big Sales, November itu juga ada persiapan libur Hari Raya Natal 2018 dan Tahun Baru 2018," paparnya.

Lebih lanjut, Sherry menjelaskan, pertumbuhan pada paruh kedua tidak hanya akan terfokus pada bebebrapa segmen produk.  "Jadi kami kira akan bercampur dan merata, semua [segmen] akan tumbuh, seperti kosmetik, pakaian, perlengkapan rumah tangga.”

Pada kesempatan yang berbeda, CEO Metro Raj Kaul mengatakan, pertumbuhan penjualan Metro telah bergerak ke arah yang lebih baik. "Kami mendapat pertumbuhan positif tahun ini, dan bahkan kami telah berpindah ke pertumbuhan double digit," ungkapnya.

Raj menjelaskan, pertumbuhan tersebut dialami hampir di setiap segmen produk, yakni pakaian wanita, pakaian pria, sepatu dan kosmetik.

Menurutnya, Metro masih menghadapi tantangan yang diakibatkan dari perubahan perilaku masyarakat, yang sempat membuat penjualan Metro tertahan akibat perkembangan bisnis perdagangan elektronik dan makin seringnya masyarakat bepergian.

"Tapi pelanggan kami masih tetap datang, orang masih tetap harus melihat bahan dan jahitan dari pakaian. Lagipula pelanggan kami berumur 40—50 tahun, mereka sudah sangat dewasa berpengalaman dalam hal memilih barang berkualitas," tuturnya.

Oleh karena, Raj mengatakan, pengelola toserba harus selalu inovatif, mengenal pelanggannya dan memiliki strategi tepat untuk menggiring pilihan pelanggannya. 

Contohnya, Metro mengedepankan baju tradisonal yang berkualitas, seperti The Herritage dari Anne Avantie. "Ini [strategi] untuk memangkan hati pengunjung, pelanggan kami adalah orang Indonesia," katanya.

Berdasarkan catatan Bisnis, meski tidak begitu signifikan, toserba kelas menengah seperti Matahari dan Ramayana juga menunjukkan pertumbuhan yang baik pada Semester I/2018.

PT Matahari Department Store Tbk. (LPPF) pada paruh pertama tahun ini membukukan penjualan senilai Rp5,91 triliun, tumbuh 3,14% year-on-year dari posisi Rp5,73 triliun dari periode yang sama tahun lalu.

Hal tersebut dikarenakan gencarnya Matahari melakukan promosi dan menerapkan potongan harga di setiap produknya.

"Di masa yang akan datang, kami akan terus melanjutkan fokus untuk meningkatkan nilai dan relevansi dari merchandise yang kami tawarkan, promosi dan pengalaman berbelanja secara keseluruhan untuk membantu mendorong pertumbuhan bisnis," kata CEO dan Vice President Director Matahari Department Store Richard Gibson.

Sementara itu, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. mencatatkan pertumbuhan penjualan sebesar 3,9% pada paruh pertama tahun ini. Adapun, pertumbuhan berasal dari produk andalan Ramayana, yakni penjualan produk fesyen yang mencapai 10,9%.

Corporate Secretary PT Ramayana Lestari Sentosa, Tbk. Setyadi Surya mengungkapkan, mayoritas pertumbuhan tersebut berasal dari momentum peningkatan penjualan pada periode Ramadhan, yang mana total pertumbuhan mencapai 5,2%. 

Menanggapi pertumbuhan bisnis toserba kelas menagah-atas yang lebih moncer ketimbang kelas menengah-bawah, ekonom Institute for Developement Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat hal tersebut merupakan pemandangan yang wajar. 

"Ini sesuai dengan data dana pihak ketiga perbankan yang terus mengalami penurunan, dipicu simpanan kelas atas yang berkurang. Orang kaya mulai belanja lagi di department store," katanya.

Dia menjelaskan, meningkatnya kepercayaan masyarakat kelas atas, yang mana tercermin dari belanja barang-barang mewahnya, disebabkan oleh sudah mulai kondusifnya situasi ekonomi dalam negeri.

Hanya saja, untuk menjaga momentum ini, Bhima mengatakan pemerintah harus berhati-hati dalam menerapkan kebijakan, terutama isu pajak yang sensitif terhadap konsumsi masyarakat kelas atas.

"Ya kalau isu pajak, ini memang harus dikomunikasikan dengan baik, dan memang itu sangat berpengaruh sekali," tuturnya.

Sementara itu, kata Bhima, kelas menengah bawah masih menahan diri karena ada prioritas belanja kebutuhan pokok lain. "Harga bahan bakan minyak nonsubsidi di semester pertama mengalami kenaikan. selain itu, ada juga beberapa harga pangan seperti daging ayam dan telur yang trennya juga ikut meningkat."

Ditambah lagi, pertumbuhan industri yang landai semester ini, katanya, mengartikan pendapatan 14 juta orang pekerja di sektor industri manufaktur tidak meningkat signifikan.

BANYAK BELAJAR

Menanggapai geliat pertumbuhan pejualan departement store, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengatakan, pengelola toserba sudah mulai banyak belajar dari kegagalan beberapa tahun sebelumnya.

Menurutnya, selain dikarenakan semakin menggeliatnya bisnis daring, perlambatan yang terjadi beberpaa tahun lalu dikarenakan kurangnya kepekaan pengelola dalam menarik perhatian konsumen.

"Pengelola [toserba] itu tidak bisa hanya mengandalkan iklan dan trafik kunjungan biasa. Harus ada perubahan dari susunan pakaian, harus ada kegiatan," katanya.

Oleh karena itu, Stefanus mengatakan, untuk dapat mewujudkan hal tersebut, deaprtment store harus mau bekerja sama lebih aktif dengan pengelola pusat perbelanjaan. "Harus lebih banyak kegiatan sehingga porsi kue akan semakin besar, sehingga semua bisa kebagian untung," tuturnya.

Senior Associate Director Colliers Steve Sudijanto menjelaskan, tantangan yang paling besar bagi pebisnis toserba adalah geliat pertumbuhan super store fesyen, seperti Zara, Uniqlo dan H&M, yang mana menarik pelanggan cukup besar.

Toserba juga masih harus menghadapi pemain bisnis dalam jaringan, yang mana sudah mulai banyak mengubah mindset masyarakat orang berbelanja.

Selain itu, sebutnya, dengan tipe bisnis yang menjual hampir seluruh keperluan, toserba memiliki kendala yang cukup besar dari sisi pengeluaran operasionalnya.

Oleh karena itu, Steve menagtakan, pengelola toserba harus mulai berevolusi, dalam hal efesiesni pengeluaran dan pelebaran jaringan pasar dengan memasuki bisnis daring. "Harus bisa berevolusi, harus efektif adan harus efektif," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper