Bisnis.com, JAKARTA -- Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegerasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) dievaluasi sesudah 1 bulan beroperasi.
Hasilnya, terdapat 6 tantangan yang menjadi fokus perbaikan pemerintah ke depan.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengungkapkan OSS menghadapi tantangan yang beragam mulai dari sistem sampai dengan integrasi dengan daerah.
"Operasional sudah stabil, tapi karena cakupan sistem luas perizinan itu begitu diatur semua, ratusan sektor sehingga perlu ada penyesuaian semua. Dalam pelaksanaan kami terus melakukan penyempurnaan dan evaluasi," jelasnya kepada Bisnis di Kantor Kemenko, Rabu (9/8/2018).
Dia melanjutkan tantangan tantangan pelaksanaan OSS yang pertama muncul dari cakupan sistem yang sangat luas.
Susi merinci integrasi yang harus dilakukan meliputi 25 kementerian/lembaga (K/L), 514 kabupaten/kota, 34 provinsi, 80 PTSP kawasan industri, 4 PTSP di FTZ, dan 12 PTSP di kawasan ekonomi khusus (KEK).
Baca Juga
Selain itu, menurutnya pemahaman stakeholders di atas masih sangat beragam. Ada diantaranya yang sudah cukup paham tapi banyak juga yang bahkan masih bertanya apa itu OSS.
Susi pun menggarisbawahi adanya ego sektoral yang masih tumbuh dengan menyangsikan keberadaan sistem OSS.
Menurutnya, ada diantara PTSP daerah yang sengaja datang ke kantor Kemenko untuk melakukan pembuktian sistem OSS.
"Akhirnya mereka bisa paham dan mulai mengerti. Tantangan pemahaman ini perlu waktu dan effort untuk penjelasan ke stakeholders kita," paparnya.
Tantangan ketiga lanjutnya adalah mengenai database sektor usaha yang masih terus diperbaharui. Saat ini OSS menggunakan klasifikasi baku layanan usaha Indonesia (KLBI) sebagai database dalam menentukan sektor usaha.
KBLI ini digunakan pula oleh BPS dalam menentukan sektor usaha dalam setiap metode penelitiannya. Sayangnya, menurutnya masih ada sektor usaha yang tidak tercantum dalam KBLI tersebut, diantaranya usaha portal dalam jaringan (daring).
Dia melanjutkan, pihaknya terus mendorong perbaikan database tersebut seiring berjalannya implementasi OSS.
Keempat, aturan tambahan dari K/L yang dinilainya masih lamban. Menurut data yang diterima Bisnis, baru 50% dari K/L memiliki aturan pendukung OSS berupa norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK).
"Harusnya per 30 Juli sudah ada semua. Tidak mudah mendorong K/L membuat peraturan menteri masing-masing sehingga masih ada proses bisnis yang belum ditangani karena tidak ada NSPK-nya," tuturnya.
Tantangan kelima paparnya adalah pemberdayaan PTSP. Berdasarkan PP 24/2018 seluruh penerbitan izin harus melewati OSS, PTSP lanjutnya merasa kehilangan perannya dalam pengurusan izin.
Padahal, PTSP jelasnya memiliki peran penting dalam pemenuhan komitmen izin sekaligus melakukan pengawasan.
Artinya, setiap izin yang sudah dikeluarkan OSS, komitmen lanjutannya harus diurus dan diselesaikan melaui PTSP di daerah maupun di K/L yang bersangkutan.
Terakhir, terkait integrasi sistem OSS dengan sistem perizinan K/L/D. "Sampai dengan hari ini belum berjalan lancar terutama integrasi dan interface dengan sistem OSS," imbuhnya.