Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) memprotes melambungnya pengenaan biaya penggunaan alat bongkar muat di dermaga 201-203 Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta terhadap layanan kargo umum nonpeti kemas atau breakbulk.
Ketua BPD GINSI DKI Jakarta Subandi mengatakan asosiasinya menerima keluhan pemilik barang breakbulk di Priok terkait dengan tingginya biaya itu yang dipungut oleh perusahaan bongkar muat (PBM) Kaluku untuk penggunaan alat bongkar muat tersebut yang mencapai Rp22.500/metrik ton (MT).
Padahal, ujarnya, sesuai dengan kesepakatan asosiasi penyedia dan pengguna jasa dengan manajemen Pelindo II Tanjung Priok, tarif yang disepakati untuk penggunaan alat bongkar muat termasuk untuk alat jenis gantry lufting crane (GLC) hanya Rp11.500/MT.
"Semestinya ada pengawasan yang ketat dari manajemen Pelindo II [PT Pelabuhan Indonesia II] terhadap kegiatan di lapangan. Kalau ada yang mengutip tarif di luar kesepakatan oleh PBM, itu perlu dievaluasi," ujarnya kepada Bisnis di Jakarta pada Jumat (3/8/2018).
Subandi melanjutkan kutipan sepihak tarif jasa alat bongkar muat di pelabuhan oleh PBM dapat melonjakkan biaya logistik dan memengaruhi daya saing produk dalam negeri. "Kami minta hal seperti ini ditertibkan, jangan dibiarkan berlarut-larut."
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Widijanto mengatakan tidak menoleransi pelanggaran terhadap tarif jasa kepelabuhanan di Tanjung Priok yang sudah disepakati antara penyedia dan pengguna jasa bersama manajemen Pelindo II Tanjung Priok.
"Kalau ada yang mengutip tarif di luar kesepakatan itu sama halnya tarif liar, harus dihentikan. ALFI siap berjuang terhadap kepentingan pemilik barang yang dirugikan kalau ada yang dikenakan tarif penggunaan alat di luar tarif kesepakatan," katanya menegaskan.
Widijanto mengingatkan tarif kesepakatan pemakaian alat bongkar muat jenis GLC di Priok sudah diteken oleh General Manager Pelindo Tanjung Priok, GINSI, ALFI, Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), dan Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) pada September 2017.
Berdasarkan kesepakatan itu, tarif untuk penggunaan GLC meliputi jika kapal dilengkapi derek (ship’s gear) dan bisa beroperasi, maka penggunaan GLC hanya 25% dari volume barang dengan tarif hanya Rp11.500/MT. Namun jika kapal tidak ada alat dereknya, maka tarif pemakaian GLC Rp20.000/MT, dan kalau karena sesuatu hal crane/derek kapal rusak, dikenai tarif GLC Rp17.500/MT.
Ketika dikonfirmasi Bisnis, Direktur Operasi dan Sistem IT PT Pelindo II Prasetyadi berjanji mengecek kondisi di lapangan.
Prasetyadi juga meminta agar pemilik barang juga dapat menyampaikan keluhannya secara langsung kepada manajemen Pelindo II Tanjung Priok agar bisa segera ditindaklanjuti termasuk untuk melihat bagaimana proses business to business (b-to-b) antara pemilik barang dan PBM yang melakukan kegiatan di dermaga itu.
"Tetapi bagi kami, kalau ada yang melanggar dengan mengutip tarif di luar kesepakatan, hal itu tidak dibenarkan," ujarnya.