Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Demi Nasabah Kecil, Barter Valas Harus Perhatikan Limit Transaksi

Pengamat menilai pengkajian kebijakan swap atau barter valas perlu memperhatikan batas minimum transaksi valas.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo./Reuters-Willy Kurniawan
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo./Reuters-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat menilai pengkajian kebijakan swap atau barter valas perlu memperhatikan batas minimum transaksi valas.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan kebijakan Bank Indonesia soal swap perlu memperhatikan nasabah-nasabah kecil.

"Perlu dicatat itu limitnya, banyak juga nasabah-basabah punya valas atau transaksi lain ada [di bawah] batasan limit itu, limitnya terlalu besar di atas US$10 juta," jelasnya kepada Bisnis pada Jumat (3/8/2018).

Menurutnya, jika batasan tersebut dapat dikurangi atau lebih kecil dapat menambah banyak transaksi yang dilakukan sehingga likuiditasnya lebih baik. Pada saat pasar keuangan valas likuid yang terjadi, tuturnya, rate bisa bersaing.

Dia melanjutkan pasar keuangan itu saat sentimennya tidak baik seperti adanya ketidakpastian perang dagang, transaksi yang dilakukan itu cenderung satu arah, artinya pelaku keuangan tidak melakukan swap.

"Perlu diberi insentif, supaya lebih likuid, batasan limitnya bisa lebih baik, bukan hanya pelaku perusahaan, tapi individual juga. Kalau kita lihat [insentif] penempatan valas di bank dalam negeri, pajak untuk bunga valas dikurangi," jelasnya.

Menurutnya, selain insentif, pemerintah perlu memberikan ketegasan terkait kewajiban konversi ke rupiah.

Dia mencontohkan di Malaysia ada aturannya 75% penghasilan ekspor harus dikonversi ke ringgit, sementara di Thailand itu untuk keuntungan ekspor lebih dari US$50.000 harus mengendap di negaranya.

Sementara, BI berkukuh fasilitas lindung nilai dalam bentuk swap valas yang ditawarkan ke perbankan dalam negeri sudah cukup murah.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bank sentral lebih sering melakukan lelang swap valas dengan tenor 1 bulan 6,2% dan 3 bulan 7,3%.

"Kalau dari BI ke bank sekitar 6,2% hingga 7,3%, mestinya dari bank paling rendah 1% sudah mahal sehingga kalau perusahaan melakukan swap mestinya cukup murah," kata Perry dalam paparan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Selasa (31/7/2018).

Menurutnya, BI mendengar pengusaha yang mengungkapkan bahwa biaya swap valas mencapai di atas 10%. Perry menegaskan hal tersebut tidak benar karena kalau BI memberikan pricing 6,2% untuk tenor 1 bulan dan 7,3% untuk tenor 3 bulan, tidak mungkin bank memberikan fasilitas swap di atas 10% kepada pengusaha.

Kendati demikian, Perry mengungkapkan bank sentral tetap akan mengkaji kembali pricing fasilitas swap tersebut. "Tujuannya, supaya nanti bagi perusahaan lebih murah lagi.”

Selain itu, dia menambahkan BI akan menggencarkan sosialisasi swap hedging dengan tenor 1 tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper