Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Risiko Tambahan Pertumbuhan Ekonomi Global Versi IMF

IMF menyatakan posisi dolar AS sudah overvalued dan hampir separuh neraca transaksi berjalan global menunjukkan kondisi surplus atau defisit yang berlebihan, sehingga menambah risiko pertumbuhan ekonomi global dan meningkatkan tensi perang dagang.
International Monetary Fund (IMF)./Istimewa
International Monetary Fund (IMF)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- IMF menyatakan posisi dolar AS sudah overvalued dan hampir separuh neraca transaksi berjalan global menunjukkan kondisi surplus atau defisit yang berlebihan, sehingga menambah risiko pertumbuhan ekonomi global dan meningkatkan tensi perang dagang.

Dalam laporan External Sector Report yang dilansir IMF pada Selasa (24/7/2018), lembaga tersebut menilai valuasi dolar AS sudah terlalu tinggi sedangkan yuan China masih sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Sementara itu, surplus dan defisit neraca transaksi berjalan makin terkonsentrasi di negara-negara maju.

External Sector Report adalah laporan tahunan IMF yang mengkaji nilai tukar mata uang dan kondisi neraca transaksi berjalan. Seperti dilansir dari Reuters, Rabu (25/7), laporan itu didasarkan pada serta proyeksi IMF per 22 Juni 2018.

Namun, yuan China sudah mengalami penurunan dalam beberapa pekan terakhir berkat naiknya tensi perang dagang dengan AS.

Pada Selasa (24/7), yuan menyusut menjadi 6,82 per dolar AS atau level terendah dalam 13 bulan terakhir. Pelemahan ini didorong pula oleh kebijakan Pemerintah China untuk melonggarkan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan.

IMF memperkirakan surplus neraca transaksi berjalan China tumbuh 1,7% dari PDB dan memasukkan negara itu dalam daftar negara dengan keseimbangan perdagangan yang berlebihan.

Negara dengan surplus luar biasa besar lainnya versi IMF antara lain Jerman, Korea Selatan (Korsel), Belanda, Swedia, dan Singapura.

Adapun negara dengan defisit neraca transaksi berjalan yang besar, alias yang memiliki utang terlalu banyak, di antaranya adalah AS, Inggris, Turki, dan Argentina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper