Bisnis.com, JAKARTA -- Perusahaan eksportir mendesak penyedia fasilitas pelabuhan dan bandara di Indonesia mendukung program peningkatan ekspor dengan memberikan layanan efisien pada aktivitas logistik komoditas ekspor.
Pengurus Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Khairul Mahali mengatakan kegiatan ekspor mesti produktif dan efisien supaya bisa memiliki daya saing di luar negeri. Oleh karena itu, segala hambatan dan kendala yang ada harus dihilangkan karena kegiatan ekspor mendatangkan devisa.
"Fasilitas dan layanan ekspor di pelabuhan maupun bandara agar bisa ditingkatkan guna memacu ekspor kita. Memang selama ini dominasi ekspor Indonesia masih melalui pelabuhan dan sisanya lewat bandara," ujarnya saat berbicara dalam Forum Eksportir bertema 'GPEI-UKM Go Ekspor' di Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Khairul mengatakan untuk menembus pasar ekspor, selain dibutuhkan percepatan layanan di negara asal, juga diperlukan pelatihan-pelatihan bagi para pelaku eksportir maupun industri rumahan/UKM supaya komoditas ekspornya bisa berdaya saing.
GPEI berkomitmen merealisasikan apa yang sudah disampaikan Presiden Joko Widodo terhadap target pertumbuhan ekspor 2018 mencapai 11%. "Target pemerintah itu akan kita realisasikan, dan forum ini menjadi ajang diskusi untuk mencari solusi terhadap masalah dan kendala ekspor di lapangan," tegasnya.
Forum GPEI-UKM Go Ekspor itu juga dihadiri ratusan perusahaan eksportir, dan kalangan asosiasi antara lain: Kadin DKI Jakarta, Asosiasi Depo Kontener Indonesia (Asdeki), Bea dan Cukai serta instansi terkait.
Baca Juga
Pada acara itu juga terungkap sejumlah kendala ekspor antara lain; izin ekspor logam, penetapan kode harmonize system (HS code) ekspor serta perlunya membuka perwakilan-perwakilan eksportir di negara tujuan untuk penetrasi kegiatan ekspor produk asal Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Home Industri Indonesia (Ahindo), H. Madroy mengatakan produk usaha kecil dan menengah (UKM) selama ini mengalami kendala dalam mengekspor produknya lantaran masih rendahnya mutu produk akibat minimnya pembinaan pemerintah terhadap UKM.
"Oleh karenanya pembinaan dan edukasi terhadap UKM harus terus dilakukan, karena standar komoditas ekspor itu cukup ketat dan ada perjanjian-perjanjian internasional antar-negara pengekspor," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (24/7/2018).
Saat ini Ahindo menaungi sekitar 3.000-an UKM yang ada di 27 provinsi Indonesia yang menggeluti berbagai produk yang orientasi ekspor antara lain; kerajinan, makanan dan minuman. Hingga kini produk UKM Indonesia yang bisa menembus pasar ekspor baru mencapai 10% dengan dominasi tujuan ke Korea Selatan dan negara-negara di Timur Tengah.(k1)