Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah didesak segera memperbarui 14 Nota Kesepahaman Bersama (Memorandum of Understanding/MoU) tentang perlindungan pekerja migran Indonesia yang telah kedaluwarsa.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan saat ini pembaruan sejumlah MoU tersebut lebih mendesak untuk dilakukan pemerintah, alih-alih melakukan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI).
Sejumlah MoU yang sudah habis masa berlakunya mencakup kesepakatan Indonesia—Malaysia (habis pada 2016), RI—Singapura (habis 2016), RI—Taiwan (habis 2017), dan RI—Hong Kong (habis 2017).
"Urgensinya memang saat ini perlu diperbarui karena moratorium tanpa strategi malah akan menimbulkan perdagangan manusia. Negara tujuan buruh migran harus ada MoU yang jelas," ujarnya kepada Bisnis.com.
Menurut Wahyu, pemerintah perlu memanfaatkan momentum pertemuan bilateral, seperti rencana pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah, untuk membahas pembaruan MoU tentang perlindungan tenaga kerja.
Namun, lanjutnya, pembaruan MoU itu harus disesuaikan dengan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Prinsip-prinsip ASEAN Consensus on Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Maruli A Hasoloan menegaskan tidak ada rencana untuk membuka moratorium pengiriman TKI ke negara di kawasan Timur Tengah.
Saat ini, lanjutnya, pemerintah mengupayakan perbaikan sistem perlindungan bagi para TKI yang bekerja di Timur Tengah. Pasalnya, masih banyak kasus pengiriman TKI ilegal ke kawasan tersebut.
"Moratorium tetap dan tidak dibuka kami cari cara perindungan yang lain karena semakin banyak yang ilegal ke Timur Tengah," kayanya.
Menurutnya, setelah moratorium diterapkan, pemerintah di negara-negara Timur Tengah menjadi lebih perhatian terhadap masalah TKI yang bekerja di negaranya. Rencananya, mekanisme yang sedang dirancang nantinya akan menjadi satu pintu dimana negara tujuan TKI juga dilibatkan.
Keterlibatan tersebut juga dilakukan pada kontrak kerja dimana perjanjian tersebut juga harus diketahui pemerintah negara tujuan.
"Pemerintah Arab Saudi sekarang memberi perhatian, kontrak kerjanya juga mereka harus diketahui Pemerintah [Arab Saudi], permintaan dari agen juga harus diketahui pemerintah. Jadi pemerintah sini terlibat, sana terlibat," ujar Maruli.
Berdasarkan data Bank Indonesia, pada kuartal I/2018 terdapat 3,50 juta TKI yang bekerja di luar negeri, naik dibandingkan dengan akhir tahun lalu sebanyak 3,496 juta orang. Sementara itu, pada kuartal I/2018, besaran remitansi TKI mencapai US$2,63 miliar. (Yanita Petriella)