Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian kini tengah mencari payung hukum yang tepat untuk mendistribusikan master seed vaksin H9N2 agar bisa diproduksi secara massal oleh industri.
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fadjar Sumping menyebutkan saat ini pemerintah telah menemukan master seed atau bahan murni yang siap dijadikan vaksin untuk diperbanyak atau diproduksi secara komersil.
Namun, produksi massal vaksin untuk virus H9N2 ini masih harus menunggu payung hukum yang tepat untuk bisa diserahkan kepada pihak produsen.
“Jadi, sekarang terbentur juga dengan masalah administratif karena sebelum dibagikan untuk diproduksi, dikomersilkan oleh perusahaan pabrik obat, harus ada aturannya. Nah, ini belum ada aturannya,” kata Fadjar, Senin (16/7/2018).
Untuk bisa menyerahkan master seed agar kemudian diproduksi secara massal, menurutnya diperlukan regulasi berupa peraturan pemerintah. Namun, pembuatan peraturan pemerntah baru akan membutuhkan waktu lama. Untuk itu pihaknya saat ini sedang mencari payung hukum di antara regulasi yang pernah ada agar master seed bisa segera dibagikan.
Salah satu poin yang perlu diperjelas dalam penyerahan master seed kepada pabrikan menurut Fadjar antara lain terkait royalti. Pasalnya, master seed yang ada saat ini merupakan hasil penelitian oleh laboratorium milik pemerintah dan berdasarkan aturan yang ada, para produsen yang kelak memproduksi vaksi secara massal harus membayar royalti.
Namun, di sisi lain, pemerintah juga tidak boleh menarik biaya apapun tanpa adanya regulasi yang sah terkait pengutipan biaya yang dimaksud.
Di satu sisi, Fadjar mengakui bahwa produksi massal vaksin untuk memerangi virus H9N2 perlu secepatnya dilkukan. Pasalnya, hingga saat ini belum ada satu pun vaksin terdaftar yang bisa digunakan untuk memerangi virus ini di dalam negeri. Kalaupun kemungkinan ada vaksin di pasaran, bisa dipastikan barang tersebut ilegal karena hingga saat ini tidak ada izin yang dikelurkan untuk mengimpor vaksin tersebut dari luar negeri.
Seperti diketahui, kasus virus H9N2 atau yang diketahui menjadi penyebab penyakit 90-40-60 telah berlangsung setidaknya selama dua tahun. Kendati bukan satu-satunya, kontaminasi virus ini menjadi salah satu penyebab gagalnya produksi telur oleh ayam layer.
Produksi yang seharusnya bisa mendekati puncak atau 90% mendadak turun ke angka 40%. Kondisi ini kemudian akan pulih tetapi dengan produksi maksimal tak lebih dari 60%.