Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah pakar menyatakan bahwa pemerintah jangan sampai terburu-buru menetapkan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang baru karena dinilai masih perlu kajian yang komprehensif.
Draf revisi UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang sudah diserahkan DPR kepada pemerintah dinilai belum matang sehingga perlu dikaji lagi.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan bahwa RUU Minerba yang rencananya segera ditetapkan menjadi UU Minerba bakal memiliki 174 pasal. Meskipun tidak merincinya, Marwan menilai, ada beberapa dampak negatif yang bisa ditimbulkan.
Menurutnya, pengelolaan tambang oleh BUMN belum diatur secara rinci. Selain itu, penguasaan negara dalam RUU Minerba tersebut masih minim.
"Kami meminta pemerintah dan DPR menunda pembentukan UU Minerba," katanya dalam acara penyampaian hasil FGD pakar pertambangan , Rabu (11/7).
Ketua Umum Asosiasi Metalurgi dan Material Indonesia (AMMI) Ryad Chairil meminta agar penegasan dalam RUU Minerba ini terkait dengan kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebagai basis untuk mendukung industri manufaktur di Indonesia.
Dia menilai bahwa RUU Minerba terlihat masih membuka ruang ekspor bijih mineral ke luar negeri yang bertentangan juga dengan Undang Undang Perindustrian. AMMI juga memandang bahwa RUU Minerba belum mengakomodasi kepentingan keahlian metalurgi dan material nasional.