Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelonggaran Rasio LTV: Program FLPP Tak Terpengaruh

Pelonggaran rasio loan to value (LTV) akan mendorong kepemilikan rumah komersial tapi tidak begitu mempengaruhi rumah bersubsidi, seperti program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)

Bisnis.com,  JAKARTA— Pelonggaran rasio loan to value (LTV) akan mendorong kepemilikan rumah komersial tapi tidak begitu mempengaruhi rumah bersubsidi, seperti program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)

Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti mengungkapkan kebijakan Bank Indonesia itu memang lebih berdampak kepada penjualan rumah komersial. Sebab tidak berlaku untuk KPR Bersubsidi seperti FLPP.

Menurut Lana, saat ini DP rumah subsidi belum diperlukan untuk dibebaskan seperti rumah komersial. Pasalnya, saat membeli rumah subsidi, masyarakat sudah diberikan banyak keringanan lewat program pemerintah yang telah berjalan.

“Membeli rumah subsidi itu sudah ada keringanan DP-nya sendiri, seperti  ada 1%, 5%, tergantung bank-nya. Harga juga di bawah Rp 150 juta. Ketika beli ada SBUM [subsidi bantuan uang muka] sekitar Rp 4 juta, sudah ada insentif tersendiri juga,”ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (4/7).

Associate Director Investment Service Colliers International Indonesia Aldi Garibaldi menekankan konsumen sebenarnya butuh bunga KPR rendah dan jangka waktu cicilan yang panjang ketimbang DP 0 Rupiah.

Dengan demikian, justru kebijakan relaksasi dari BI tak akan berpengaruh banyak terhadap kelas menengah bawah. Sebab, kata dia, dengan kebijakan ini, konsumen justru terbebani cicilan tinggi setiap bulannya karena mereka dibebaskan dari membayar uang muka atau down payment (DP).

Padahal di sisi lain, tenor atau jangka waktu kredit maksimal hanya 15 tahun -20 tahun dengan suku bunga yang masih terhitung tinggi.

“Semestinya concern  BI itu, amortisasi tenor hingga maksimum 30 tahun, dan suku bunga rendah. Bukan malah mortgage concern,” tekannya.

Kalangan menengah bawah, kata Aldi, tak akan menunggak cicilan, karena properti tersebut pada akhir tenor akan menjadi asetnya. Hal ini berbeda dengan kalangan menengah atas yang menjadikan kredit properti sebagai instrumen utang opsional dan properti yang dibelinya hanya sebagai salah satu instrumen investasi.

Dia pun mengkhawatirkan dengan relaksasi LTV yang telah dilakukan justru akan memunculkan program serupa "Klapa Village" di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, yang hingga  belum jelas nasibnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper