Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah dan DPR pekan ini akan memulai pembahasan revisi Undang- Undang No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pihak DPR telah menerima draf revisi yang diajukan pemerintah.
Anggota Komisi VI DPR Eka Sastra mengatakan pihaknya akan memulai pembahasan dalam satu-dua hari ini.
“Kami telah menerima draf dan Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah. Rencana, Kamis mulai dibahas,” kata anggota Fraksi Golkar Eka Sastra dalam keterangan persnya.
Berbicara dalam diskusi publik dengan tema Masih Perlukah KPPU? yang digelar Azkia Media, Jakarta, Selasa (3/7/2018), Eka Sastra menyatakan bahwa dalam draf yang dikirimkan pemerintah, ada sekutar 242 DIM yang diajukan. Salah satunya terkait dengan keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Dalam draf yang diterima, pemerintah ingin menjadikan KPPU berada di bawah suatu kementerian, bukan lagi independen. “Ya draf yang kami terima berbeda dengan keinginan DPR yang justru ingin memperkuat posisi dan kelembagaan KPPU,” ujarnya dalam keterangan pers.
Dalam pandangan DPR, KPPU merupakan wasit dalam pengawasan persaingan usaha. Sebab pasar perlu dikontrol oleh publik agar tidak terjadi monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.
Baca Juga
“Dalam dunia bisnis dan pasar, modal cenderung terkonsentrasi dan hal itu bertentangan dengan prinsip keadilan dan ekonomi yang terkandung pada nilai-nilai pancasila,” imbuhnya.
Karena itu, DPR akan kukuh akan tetap mendorong memperkuat KPPU sebagai wasit atas persaingan usaha. Apalagi, KPPU merupakan salah satu anak kandung dari gerakan reformasi yang diamanahkan untuk mengikis monopoli dan oligopoli ekonomi.
Selain memperkuat posisi KPPU, DPR juga akan menata kelembagaan KPPU yang selama ini belum kuat secara aturan kelembagaan. Banyak aparatur sumber daya manusia KPPU yang pindah ke lembaga lain akibat tak jelasnya penataan kelembagaan. “Jenjang karir dan promosi belum diatur secara jelas. Separuh pegawainya dari non PNS,” ujarnya.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia menambahkan pihaknya selaku pengusaha juga mendukung penguatan keberadaan KPPU. “Kami unsur pengusahan secara penuh mendukung penguatan KPPU. Jika perlu harus seperti KPK atau KPU,” ujarnya.
Menurut Bahlil, konsentrasi ekonomi hanya pada satu kelompok, seseorang dinilai tidak sehat dan menghambat pertumbuhan pengusaha baru. Menurut dia, selama ini pengusaha di Tanah Air masih sangat sedikit. Salah satu kendalanya terkait akses yang terbatas.
“Nah, KPPU bisa mengawasi persaingan tak sehat agar akses ekonomi tidak dimiliki oleh segelintir orang,” ujarnya.
Dia mengakui jika sebagai pengusaha cenderung tak setuju dengan lembaga KPPU. Sebab mereka yang selama ini menikmati akses monopoli merasa terganggu. “Saya memahami ada beberapa pihak yang ingin mengerdilkan lembaga ini. Saya pastikan HIPMI akan full dukung ini,” tegas dia.
Dalam pandangan HIPMI persaingan bisnis dan usaha harus ada wasitnya agar muncul keadilan. Jika usaha diserahkan sepenuhnya ke pasar maka akan muncul konsentrasi ekonomi dan usaha ke pihak tertentu. “Lalu di mana keadilan sosial dan ekonominya,” ujar dia.
Dia mendorong KPPU perlu didukung masyarakat sipil agar tetap independen dan kokoh. Harus ada penguatan kelembagaan dan kewenangannya. “Ya minimal seperti KPK perannya. KPK mengawasi uang dari apbn dan APBD, makan KPPU mengawasi usaha di masyarakat yang dianggap kurang sehat dan tak adil,”tegas dia.