Bisnis.com, JAKARTA -- Hasil riset membuktikan pola agrosilvofishery atau wanaminatani mampu menjadi solusi pemulihan ekosistem gambut yang rusak, di samping memenuhi konsumsi rumah tangga.
Sebagai lahan marjinal, lahan gambut selama ini memiliki banyak faktor pembatas yang membuatnya sulit dimanfaatkan karena adanya genangan air, rawan banjir, tingkat kesuburan tanah yang rendah, rawan kebakaran, dan aksesibilitas yang sulit dan berat.
Menurut hasil penelitian Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Palembang di Sepucuk, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, lahan gambut dapat digunakan untuk aktivitas budi daya pertanian, kehutanan, dan perikanan, baik secara parsial maupun temporal dalam satu hamparan lahan.
Penelitian yang dilakukan di atas plot seluas 8 ha--4 ha di antaranya di kebun plasma nutfah milik BP2LHK Palembang dan 4 lainnya milik milik masyarakat-- itu diklaim telah berhasil mengintegrasikan strategi 3R (reduce, reuse, recycle) dengan penerapan pola agrosilvofishery.
Peneliti BP2LHK, Bastoni, mengatakan wanaminatani dapat mengubah pola budi daya dari ekstensif menggunakan api ke budi daya intensif tanpa penggunaan api.
"Pola agrosilvofishery ini juga dapat diintegrasikan dengan program pencetakan sawah pada lahan rawa gambut untuk pencegahan kebakaran yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian atau program community development yang dilakukan oleh perusahan HTI [hutan tanaman industri] dan perkebunan," katanya dalam siaran pers, Rabu (20/6/2018).
Deputi Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut Nugroho S Priyono berpendapat hasil riset itu memberikan model pembelajaran di lapangan sehingga plot tersebut menjadi produk andalan BRG.