Bisnis.com, JAKARTA—Tambahan pasokan produk petrokimia akan memangkas ketergantungan Indonesia terhadap impor.
Perusahaan asal Korea Selatan Lotte Chemical Titan akan melakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan pabrik yang memproduksi nafta cracker pada akhir 2018. Nilai investasi proyek ini diperkirakan mencapai US$3,5 miliar.
Pabrik ini juga akan menghasilkan ethylene, propylene, dan produk turunan lainnya. PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. juga berencana membangun kembali pabrik pengolah nafta cracker kedua yang menelan investasi senilai US$4 miliar hingga US$5 miliar. Dengan tambahan investasi Lotte Chemical dan Chandra Asri tersebut, Indonesia bakal mampu menghasilkan bahan baku kimia berbasis nafta cracker sebanyak 3 juta ton per tahun dari produksi saat ini sebesar 900.000 ton.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan industri banyak menggunakan produk turunan nafta berupa plastik untuk kemasan. Saat ini, industri makanan dan minuman banyak mengimpor kemasan plastik karena produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan.
"Kalau [proyek] itu bisa menambah kapasitas dan mengurangi impor kami, itu akan mempercepat produksi di industry makanan dan minuman," ujarnya di Jakarta, belum lama ini.
Pelaku industri makanan dan minuman banyak mengimpor plastik untuk kemasan dari China dan Thailand. Kebutuhan plastik untuk industri makanan dan minuman diperkirakan bakal meningkat seiring dengan peningkatan permintaan produk. Sepanjang tahun ini, industri makanan dan minuman diperkirakan tumbuh sebesar 10%.
Sementara itu, Fajar Budiyono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), menuturkan konsumsi plastik nasional diperkirakan dapat tumbuh melebihi proyeksi awal seiring dengan proyeksi pertumbuhan industri mamin yang lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi tahun lalu.
Selain itu, tahun ini juga merupakan tahun politik dan diproyeksikan akan banyak mendorong permintaan. “Kami awalnya prediksi tumbuh 5,4%, tetapi dengan pertumbuhan industri mamin 10%, konsumsi plastik dapat mendekati 5,8%,” ujarnya.