Bisnis.com, JAKARTA – Setelah pasang surut hubungan antara Amerika Serikat dan Korea Utara kerap menutup peluang dialog bilateral, akhirnya kedua pemimpin negara tersebut dijadwalkan bertemu pada Selasa (12/6/2018).
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un direncanakan bertemu di Hotel Capella, Pulau Sentosa, di Singapura.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan masih akan melihat kesepakatan-kesepakatan apa yang dicapai keduanya.
Namun, Darmin memastikan hal itu akan lebih banyak menyangkut persoalan politik kedua negara sehingga tak berdampak signifikan bagi Indonesia.
"Pertemuan Trump dan Kim Jong Un ini akan lebih mementingkan pembahasan politik, bukan ekonomi. Kalau ada pun sentimen ekonomi di Indonesia, itu hanya dampak tidak langsung, bukan secara langsung," ujarnya pada Senin (11/6/2018).
Reuters melansir pembicaraan di dalam KTT AS-Korut nantinya memang mengenai senjata nuklir Korut dan perdamaian di Semenanjung Korea.
Korea Utara telah menghabiskan waktu beberapa dekade untuk mengembangkan senjata nuklir, puncaknya adalah uji perangkat termonuklir pada 2017. Korut juga sukses menguji coba misil yang dapat mencapai daratan AS.
Percobaan itu dilakukan di tengah-tengah kampanye “tekanan maksimal” yang dipimpin AS, yaitu dengan mengetatkan sanksi ekonomi terhadap Korut dan memberikan kemungkinan aksi militer.
Di dalam sambutan Tahun Baru-nya, Kim menyatakan bahwa negaranya telah melengkapi pengembangan program nuklir dan kini akan fokus untuk perkembangan ekonomi. Hal itulah yang mendorong pertemuan bersejarah dengan Korea Selatan pada April lalu.
Setelah beberapa kali saling berkomunikasi dengan tetangganya, pejabat Korea Selatan menyampaikan kepada Trump pada Maret bahwa Kim bersedia untuk bertemu tatap-muka.
Kemudian, KTT AS-Korut pun terlaksana setelah masing-masing negara saling mengancam untuk mengundurkan diri setelah Korut tersinggung dengan pernyataan salah seorang penasihat AS.
Di sisi lain, tetap banyak pihak yang skeptis bahwa Kim benar-benar akan meninggalkan program nuklirnya. Mereka percaya bahwa pendekatan terbaru Kim ini hanya untuk mendapatkan kelonggaran sanksi ekonomi dari AS.
Sementara bagi Trump, suksesnya KTT ini akan menempatkan dirinya sebagai orang yang dibutuhkan di kancah internasional menjelang pemilihan kongres pada November 2018.