Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia Property Watch kembali mengingatkan pentingnya keseriusan pemerintah dalam mencapai target sejuta rumah.
CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda sejak dimulai pada 2015, pelaksanaan Program Sejuta Rumah masih belum optimal. Saat ini kementerian mengklaim realisasi program Sejuta Rumah total selama tiga tahun mulai 2015-2017 mencapai 2,49 juta unit.
Sebagai rincian, pada 2015 sebanyak 699.670 unit, pada 2016 sebanyak 881.102 unit, dan pada 2017 sebanyak 904.758 unit. Jumlah ini tidak menggambarkan realisasi untuk unit masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) karena termasuk juga untuk realisasi rumah komersial.
Adapun capaian pembangunan rumah pada tahun lalu, didominasi oleh pembangunan rumah MBR sebanyak 697.770 unit alias 77,1%. Sementara sisanya yakni 224.988 unit merupakan rumah non-MBR.
Menurut Ali, target yang ditetapkan pada 2018 sangat tergantung dari anggaran dana yang ada, yaitu paling besar lewat subsidi selisih bunga (SSB) Rp2,529 triliun untuk 225.000 unit rumah. Selanjutnya lewat skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) Rp2,18 triliun untuk 42.000 unit rumah, serta subsidi bantuan uang muka (SBUM) Rp1,378 triliun untuk 344.500 unit rumah.
“Selain sangat tergantung anggaran, Program Sejuta Rumah ini sangat rentan terhadap kebijakan pemerintah yang mengaturnya terutama terkait rumah MBR,” ungkap Ali melalui siaran pers, Kamis (31/5/2018).
Baca Juga
IPW pun mengingatkan soal urgensi ketersediaan lahan dibandingkan hanya fokus menyelesaikan masalah anggaran. Berdasarkan riset yang dilakukan IPW, 8 dari 10 pengembang rumah subsidi telah beralih dari rumah subsidi ke rumah menengah. Permasalahan bukan disebabkan oleh pasar yang terbatas melainkan harga tanah yang terus naik membuat para pengembang enggan untuk ekspansi di rumah subsidi.
Ali menilai pemerintah wajib menjamin ketersediaan lahan untuk rumah subsidi harus menjadi prioritas pemerintah karena menyangkut sustainabilitas pembangunan rumah subsidi ke depan. Pentingnya bank tanah dengan harga terkendali menjadi fokus IPW untuk pemerintah agar segera direalisasikan.
Janji pemerintah membentuk konsep bank tanah juga ternyata molor dari janji awal 2017. Dia menilai, seharusnya ketersediaan lahan dapat disinergikan dengan aturan 1:2:3 hunian berimbang yang masih belum tuntas.
Selain itu, Ali juga menyoroti masalah persyaratan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang diterapkan untuk rumah MBR sedikti banyak memberatkan pengembang. Saat ini mau tidak mau pengembang harus menambah biaya untuk pihak ketiga untuk urusan ini.
Di sisi lain, pemerintah harus segera menetapkan patokan rumah subsidi 2019 dimana saat ini patokan harga terakhir adalah sesuai tahun 2018. Patokan harga ini sangat penting untuk memberikan kepastian bagi para pengembang rumah subsidi guna mengatur strateginya tahun depan.