Bisnis.com, JAKARTA -- Wajib penggunaan asuransi nasional untuk ekspor batu bara mulai 1 Agustus mendatang dinilai tidak akan menyulitkan pembeli selama harga dan fasilitas yang ditawarkan kompetitif.
Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P. Sjahrir yang paling penting dari asuransi nasional tersebut adalah tidak ada tambahan biaya yang memberatkan pembeli. Selama harganya kompetitif, Pandu yakin asuransi dalam negeri bisa bersaing.
"Asal kompetitif harusnya bisa. Shipping itu bisnis internasional. Selama bisa memenuhi ketentuan asuransinya yang sekarang, harusnya gak masalah," ujarnya, akhir pekan lalu.
Menurutnya, kewajiban penggunaan asuransi nasional dalam kegiatan ekspor batu bara tidak akan sesulit kewajiban penggunaan kapal nasional. Pasalnya, asuransi tidak berbentuk fisik yang penyediaannya memakan waktu lama.
"Kalau kapal itu fisik dan masalahnya di ketersediaan yang sekarang hanya mencukupi sekitar 2% dari ekspor kita. Beda dengan kapal, asuransi itu tergantung neraca keuangan dan sisi kompetitifnya," tuturnya.
APBI menyatakan siap mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Adapun petunjuk teknisnya tengah digodok.
Sementara itu, CEO PT Arutmin Indonesia Ido Hutabarat mengatakan sulit tidaknya kewajiban penggunaan asuransi tersebut sangat tergantung dari penjajakan yang tengah dilakukan para pembeli. Hal itu dikarenakan hampir seluruh transaksi ekspor dilakukan dengan mekanisme free on board (FOB).
"Yang harus mengasuransikan kan pemebeli. Rata-rata mereka sudah mulai menjajaki lah dengan asuransi nasional," ujarnya.
Seperti diketahui, Permendag No. 82/2017 mewajibkan penggunaan kapal dan asuransi nasional untuk ekspor batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Beleid yang diundangkan pada 31 Oktober 2017 itu rencananya bakal dijalankan secara efektif enam bulan setelah terbit, yakni 1 Mei 2018.
Adapun dalam pasal 5 diatur apabila armada angkutan laut nasional tidak mencukupi untuk kegiatan ekspor, maka bisa dilakukan juga dengan kapal angkutan laut asing. Namun, detail pelaksanaannya masih belum jelas.
Pelaku usaha pun, khususnya para eksportir langsung meminta agar penerapan beleid tersebut ditunda atau direvisi. Pasalnya, ketersediaan kapal nasional untuk kegiatan ekspor tersebut dinilai belum mencukupi.
Akhirnya, pelaksanaan kewajiban penggunaan kapal nasional ditunda hingga 2 tahun. Sementara untuk asuransi, hanya ditunda selama 3 bulan dan mulai berlaku pada 1 Agustus 2018.