Bisnis.com, JAKARTA -- Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto atau Bandara Samarinda Baru, resmi beroperasi menggantikan operasional Bandara Temindung.
Kepala Otoritas Bandar Udara (OBU) Wilayah VII Agus Subagio mengatakan hal ini sesuai Aeronautical Information Regulation And Control (AIRAC) Aeronautical Informations Publication (AIP) Supplement No 11/18 tentang pengoperasian Bandara APT Pranoto.
"Bandara APT Pranoto masih bisa dikembangkan. Samarinda sebagai ibu kota provinsi yang terus berkembang, seharusnya mempunyai bandara yang representatif," kata Agus, Kamis (24/5/2018).
Dia berpendapat landas pacu bandara yang saat ini berdimensi 2.250 m x 45 m akan dikembangkan hingga 2.500 m × 45 m agar bisa melayani pesawat sekelas Boeing B737 NG atau Airbus A320. Pesawat tersebut dapat melayani penerbangan jarak dekat dan jauh untuk membangun konektivitas penerbangan.
Menurutnya, rute komersial potensial yang bisa dilayani dari bandara ini diantaranya rute domestik dari Samarinda menuju Jakarta, Surabaya, Palangkaraya, Banjarmasin, Makassar dan Mamuju. Adapun, rute internasional adalah ke Kuala Lumpur, Kuching, Kinibalu, Brunei Darussalam dan Singapura.
Bandara APT Pranoto ini dibangun oleh Pemprov Kalimantan Timur sejak 2011 dan selesai pada 2017. Pada awal 2018 diserahkan pada Ditjen Perhubungan Udara untuk dioperasionalkan dan dikembangkan lebih lanjut melalui Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Temindung.
Ditjen Perhubungan Udara melakukan beberapa kegiatan tambahan untuk memastikan standar keselamatan, keamanan dan kenyamanan pelayanan di bandara terpenuhi sesuai dengan annex 14 ICAO dan Peraturan Keselamatan penerbangan Sipil part 139 tentang Aerodromes. Beberapa kegiatan tambahan tersebut di antaranya pembuatan runway strip, landscape dan pemagaran kompleks bandara.
Peegoperasian Bandara APT Pranoto ini sangat mendesak untuk pengembangan konektivitas penerbangan di Samarinda. Hal tersebut mengingat Bandara Temindung yang ada saat ini sudah tidak dapat dikembangkan.
Panjang landasan yang berukuran 1.040 m x 23 m hanya bisa melayani pesawat sekelas ATR 42 dengan restriksi khusus. Landasan tidak bisa diperpanjang karena terletak di tengah permukiman padat kota Samarinda dan menjadi daerah langganan banjir.