Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pengenaan tarif royalti progresif untuk komoditas emas tak kunjung menemui kejelasan dan belum bisa diterapkan.
Jika berjalan lancar, perubahan tarif tersebut akan diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah No. 9/2012. Adapun pembahasannya berada di Kementerian Keuangan.
"Masih belum ada perkembangan. Artinya, tarif royalti progresif belum ada," tutur Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Jonson Pakpahan kepada Bisnis, Selasa (22/5/2018).
Menurut Jonson, dari awal ada beberapa pihak yang tidak sepakat dengan tarif royalti progresif tersebut. Oleh karena itu, pembahasan dilakukan cukup lama.
Dalam rancangan yang sudah diselesaikan pihaknya tersebut, ambang batas harga emas berada di level US$1.300 per ounce dengan kenaikan progresif sebesar 0,25%. Royalti akan tetap sebesar 3,75% apabila harga berada di bawah ambang batas tersebut.
Jika harga naik antara US$1.300-US$1.400 per ounce, maka royaltinya naik 0,25% menjadi 4%. Sementara jika naik lagi antara US$1.400-US$1.500 per ounce, royalti kembali naik 0,25% menjadi 4,25%.
Adapun harga emas London Bullion Market Association (LBMA) pada penurupan perdagangan Senin (21/5/2018) senilai US$1.288,35 per ounce. Sementara emas Comex bertengger di level US$1.290 per ounce.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Antam Tbk. Arie Prabowo Ariotedjo menilai ide pemerintah untuk menerapkan royalti progresif untuk membagi keuntungan dengan pemerintah cukup beralasan. Hal itu untuk mengantisipasi harga yang melambung.
Namun, dia menilai tarif royalti tersebut tidak bisa disamakan untuk seluruh tambang. Pasalnya, setiap tambang emas memiliki karakteristik masing-masing dengan marjin keuntungan yang berbeda-beda.
"Emas gak bisa disamaratakan karena tergantung tipe mining yang underground atau open pit. Processing juga ada yang murah dan mahal. Di batu bara juga beda-beda kan. Intinya dibedakan lah," katanya.
Adapun dengan harga US$1.300, lanjut Arie, Antam sudah untung. Namun, karena tambangnya bawah tanah, maka marjinnya tidak sebesar tambang-tambang terbuka.
Awalnya, rencana revisi PP No. 9/2012 diarahkan untuk menaikkan royalti komoditas batu bara. Kala itu, tarif royalti untuk batu bara dengan kalori kurang dari 5.100 kilokalori/kg (Kkal/kg) direncanakan naik dari 3% menjadi 7%. Sementara royalti yang sebelumnya dipatok 5% akan terkerek menjadi 9% untuk batu bara dengan tingkat kalori antara 5.100 Kkal/kg - 6.100 Kkal/kg.
Bahkan, royalti akan naik dari 7% menjadi 13,5% untuk batu bara dengan tingkat kalori lebih dari 6.100 Kkal/kg.
Namun, rencana tersebut urung direalisasikan karena harga batu bara yang sempat anjlok.