Bisnis.com, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui rencana pengenaan cukai plastik masih terganjal oleh sejumlah kendala. Salah satunya karena sikap Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang dianggap belum sejalan dengan rencana tersebut.
Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai DJBC Kemenkeu Sunaryo mengatakan dalam konteks internal Kemenkeu, pembahasan mengenai cukai plastik sebenarnya telah selesai. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang cukai plastik juga sebenarnya sudah selesai dan tinggal menunggu kesepakatan antar kementerian.
Namun, dia tak menampik bahwa ada beberapa pihak yang tampaknya belum paham benar mengenai rencana pengaturan tersebut. Ada kekhawatiran jika hal itu diterapkan akan terjadi kontraksi ekonomi, padahal yang bakal dikenakan hanya kantong plastik saja.
"Ya memang [rada alot] ada kekhawatiran, padahal dulu per kantong plastik [saat penjajakan] dikenakan tarif Rp200 toh jalan. Jadi, nanti tidak akan sebesar itu," papar Sunaryo, Senin (14/5/2018).
Seperti diketahui, meski sudah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, rencana pengenaan cukai plastik tak kunjung diterapkan. Padahal, pemerintah sebelumnya menargetkan penerimaan dari cukai plastik senilai Rp500 miliar.
Pembahasan yang terkatung-katung ini membuat prediksi pengenaan cukai plastik dipastikan molor, apalagi setelah pembahasan selesai di level kementerian, rencana cukai plastik juga harus dikonsultasikan ke DPR.
"Memang di APBN telah menjadi target. Kami akan terus berjuang, tapi kan memang menjadi kewajiban kami untuk mendiskusikan dengan kementerian lain," ungkapnya.
Jika dilihat berdasarkan strukturnya, struktur penerimaan cukai Indonesia tergolong paling minim yakni hanya memiliki tiga Barang Kena Cukai (BKC) yakni cukai rokok, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA).
Padahal, di beberapa negara, jumlah BKC bisa lebih dari 3 jenis bahkan ada yang mencapai lebih dari 20. Misalnya, Finlandia dengan 16 jenis BKC, Prancis 14 jenis BKC, Jerman 13 jenis BKC, Jepang 24 jenis BKC, Korsel 18 jenis BKC, Malaysia 14 jenis BKC, Singapura 33 jenis BKC, dan India 28 jenis BKC.
Adapun penerimaan DJBC per kuartal I/2018 tercatat mencapai Rp17,89 triliun atau tumbuh 15,84%. Jumlah ini terdiri dari penerimaan dari bea masuk sebesar Rp8,41 triliun, bea keluar sebesar Rp1,43 triliun, dan cukai sebesar Rp8,05 triliun.