Bisnis.com, JAKARTA— Harga minyak mentah dunia WTI kembali terkerek ke level US$70 per barel, setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan Amerika serikat mundur dari kesepakatan nuklir Iran.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian mengemukakan pihaknya telah memrediksi harga minyak berpotensi terkerek di atas US$70 per barel.
“Kami sudah expect harga minyak naik di atas 70. Ini akan paksa banyak negara naikkan suku bunga,” kata Fakhrul kepada Bisnis.com.
Dia mengemukakan jika kenaikan harga minyak berkelanjutan, maka berpotensi mengerek inflasi, terutama harga bahan bakar non subsidi.
“Kami udah expect bunga BI naik di 2018 akhir,” kata Fakhrul.
Seperti diketahui, pagi ini harga minyak mentah WTI kembali menembus level US$70 per barel, setelah sempat melemah pada penutupan perdagangan kemarin, Selasa (8/5/2018) ke angka US$68,97 per barel.
Sebelumnya spekulasi pasar bahwa AS akan keluar dari perjanjian kesepakatan nuklir Iran telah mengerek minyak WTI ke angka US$70,62 per barel.
Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) rebound dari pelemahan sebelumnya setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan akan menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran serta akan kembali menerapkan sanksi terhadap produsen minyak terbesar ketiga OPEC itu.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli diperdagangkan di level US$70,02 per barel pada pukul 06.08 WIB, Rabu (9/5/2018).
Total volume yang diperdagangkan mencapai sekitar 70% di atas rata-rata 100 hari.
Adapun minyak Brent untuk pengiriman Juli turun US$1,32 dan mengakhiri sesi perdagangan Selasa di level US$74,85 di ICE Futures Europe exchange di London.
Bursa minyak mengikis pelemahannya menjadi 1% di New York pada perdagangan Selasa setelah sebelumnya merosot lebih dari 4%.
Dalam pidatonya pada Selasa (8/5/2018) waktu setempat, Trump mencirikan kesepakatan 2015 yang dimaksudkan menghentikan upaya Iran untuk senjata atom, sebagai 'rasa malu' yang besar. Perusahaan dan individu memiliki waktu hingga 180 hari untuk mengakhiri bisnis dengan entitas Iran.
Pada saat yang sama, dorongan terhadap minyak juga datang dari kabar bahwa American Petroleum Institute (API) melaporkan penurunan stok minyak mentah AS sebesar 1,85 juta barel pekan lalu. Adapun persediaan minyak sulingan dikabarkan mencatat penurunan terbesar sejak 2004.
“Sanksi-sanksi itu tidak akan mengambil begitu banyak [pasokan] minyak dari pasar, tetapi itu pasti sesuatu yang mendukung harga,” kata James Williams, presiden perusahaan riset energi WTRG Economics.
“Hal ini selayaknya lebih kuat untuk harga,” kata Tariq Zahir, commodity fund manager di Tyche Capital Advisors LLC.