Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sikap AS Kerek Harga Minyak, Ekonom Mulai Sebut Soal Besaran ICP

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengemukakan pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi dengan melakukan penyesuaian asumsi makro harga minyak ICP dalam APBN perubahan
Suasana pengeboran sumur di masa transisi alih kelola ke PT Pertamina Hulu Mahakam, di RIG Maera, South Tunu, Blok Mahakam, Kalimantan Timur, Senin (7/8)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso
Suasana pengeboran sumur di masa transisi alih kelola ke PT Pertamina Hulu Mahakam, di RIG Maera, South Tunu, Blok Mahakam, Kalimantan Timur, Senin (7/8)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso

Bisnis.com, JAKARTA—  Harga minyak mentah dunia WTI kembali terkerek ke level US$70 per barel, setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan Amerika serikat mundur dari kesepakatan nuklir Iran.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengemukakan pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi dengan melakukan penyesuaian asumsi makro harga minyak ICP dalam APBN perubahan.

Dia mengatakan idealnya ICP dinaikkan menjadi US$60-US$65 per barel dari posisi saat ini US$48.

“Konsekuensinya subsidi BBM premium solar perlu ditambah agar tidak ada gejolak daya beli masyarakat,” kata Bhima kepada Bisnis.com, Rabu (9/5/2018).

Kemudian ujarnya, lifting minyak didalam negeri harus ditingkatkan agar ketergantungan impor minyak bisa dikurangi. Per tahunnya defisit migas Indonesia sebesar US$8,5 miliar. Angka ini terus meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Sebelumnya Bhima mengatakan  aksi politik Presiden AS Donald Trump jelas akan menambah ketegangan dan spekulasi di Timur Tengah, terkait akan keluarnya Amerika serikat dari kesepakatan nuklir Iran.

Rencana penambahan sanksi terhadap Iran bukan saja berimbas terhadap pasokan minyak di kawasan sekitar Iran tapi juga akan berimbas pada negara lain yang selama ini mengimpor minyak dari Iran. Trump mengancam afiliasi Iran terkena sanksi.

Dia mengemukakan tren kedepan harga minyak masih diliputi ketidakpastian, seiring berlanjutnya tensi geopolitik di Timteng pascaserangan AS ke Suriah.

Dalam pidatonya pada Selasa (8/5/2018) waktu setempat, Trump mencirikan kesepakatan 2015 yang dimaksudkan menghentikan upaya Iran untuk senjata atom, sebagai 'rasa malu' yang besar. Perusahaan dan individu memiliki waktu hingga 180 hari untuk mengakhiri bisnis dengan entitas Iran.

Hal ini selayaknya lebih kuat untuk harga,” kata Tariq Zahir, commodity fund manager di Tyche Capital Advisors LLC.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper