Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Hengkang dari Kesepakatan Nuklir Iran, Ekonom: Tren Kedepan Harga Minyak Diliputi Ketidakpastian

Harga minyak mentah dunia WTI kembali terkerek ke level US$70 per barel, setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan Amerika Serikat akan mundur dari kesepakatan nuklir Iran. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai aksi politik Trump jelas akan menambah ketegangan dan spekulasi di Timur Tengah.
./.
./.

Bisnis.com, JAKARTA—  Harga minyak mentah dunia WTI kembali terkerek ke level US$70 per barel, setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan Amerika Serikat akan mundur dari kesepakatan nuklir Iran.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai aksi politik Trump jelas akan menambah ketegangan dan spekulasi di Timur Tengah.

Rencana penambahan sanksi terhadap Iran bukan saja berimbas terhadap pasokan minyak di kawasan sekitar Iran tapi juga akan berimbas pada negara lain yang selama ini mengimpor minyak dari Iran. Trump mengancam afiliasi Iran terkena sanksi.

"Tren kedepan harga minyak masih diliputi ketidakpastian, seiring berlanjutnya tensi geopolitik di Timteng pascaserangan AS ke Suriah," kata Bhima kepada Bisnis.com, Rabu (9/5/2018).

Seperti diketahui, pagi ini harga minyak mentah WTI kembali menembus level US$70 per barel, setelah sempat melemah pada penutupan perdagangan kemarin, Selasa (8/5/2018) ke angka US$68,97 per barel.

Dalam pidatonya pada Selasa (8/5/2018) waktu setempat, Trump mencirikan kesepakatan 2015 yang dimaksudkan menghentikan upaya Iran untuk senjata atom, sebagai 'rasa malu' yang besar. Perusahaan dan individu memiliki waktu hingga 180 hari untuk mengakhiri bisnis dengan entitas Iran.

Pada saat yang sama, dorongan terhadap minyak juga datang dari kabar bahwa American Petroleum Institute (API) melaporkan penurunan stok minyak mentah AS sebesar 1,85 juta barel pekan lalu. Adapun persediaan minyak sulingan dikabarkan mencatat penurunan terbesar sejak 2004.

 “Sanksi-sanksi itu tidak akan mengambil begitu banyak [pasokan] minyak dari pasar, tetapi itu pasti sesuatu yang mendukung harga,” kata James Williams, presiden perusahaan riset energi WTRG Economics.

“Hal ini selayaknya lebih kuat untuk harga,” kata Tariq Zahir, commodity fund manager di Tyche Capital Advisors LLC.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper