Bisnis.com, DENPASAR –Target pertumbuhan ekspor tahun ini memaksa daerah untuk makin getol memikirkan produk unggulan mana yang bisa ditingkatkan jumlah ekspornya ke luar negeri.
Ya, daerah memang sedang didorong untuk meningkatkan perdagangan luar negeri agar target pertumnuhan ekspor pemerintah yang sebesar 11% pada 2018 dapat terealisasi.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan tahun lalu realisasi pertumbuhan eskpor Indonesia melebihi target yang semula 5,6% menjadi 15,8%.
Dengan kesuksesan ini, pihaknya makin optimistis untuk meningkatkan target volume ekspor pada 2018 menjadi 11%.
Agar target ini terealisasi, daerah diminta untuk memutar otak memilah produk unggulan mana yang bisa ditingkatkan volume ekspornya.
"Dua komoditi penerimaan ekspor terbesar adalah sawit dan batu bara dengan devisa terbesar sawit dan pariwasata, kita tidak mau tergantung dari situ saja, kita harus punya nilai tambah lainnya maka kita juga meminta daerah mempersiapkan itu," katanya, Selasa (8/5/2018).
Baca Juga
Selain memilah produk unggulan, Usaha Kecil Menengah (UKM) di masing-masing daerah juga diminta mulai merambah pasar ekspor. Pemerintah pun siap membantu dari sisi packaging, akses pasar, hingga fasilitas kredit.
"Kita juga akan berikan kemudahan bahan baku lewat fasilitas impor bahan baku ke negara tujuan ekspor seperti KITE dan fasilitas lainnya," katanya.
Sistem pembayaran elektronik jasa penerbitan dokumen Surat Keterangan Asal atau e-payment SKA jug menjadi salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk mempermudah UKM melakukan eskpor. Kini, setiap melakukan eskpor dan melakukan transaksi, UKM tidak perlu lagi beratap langsung. Cukup dengan menggunakan aplikasi yang bisa diunduh melalui ponsel, SKA susah bisa diakses.Sistem ini diyakini akan mempermudah pelaku usaha dalam melukan proses perizinan dan meningkatkan realisasi kinerja ekspor.
"Kemudahan ini berlaku untuk semua produk," katanya.
Selain berpangku pada produk unggulan daerah dan keberanian UKM untuk melakulan ekspor, pemerintah juga akan semakin memperluas pasar.
Dalam waktu dekat pemerintah akan meratifikasi perjanjian ekspor antara 10 negara ASEAN dan 6 negara mitra yang tergabung dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). 6 negara mitra itu yakni China, India, Korea, Jepang, Australia, dan New Zealand.
Perjanjian RCEP diyakini akan menjadi perdagangan yang menguntungkan karena melibatkan setengah populasi penduduk dunia.
"Ini hampir mencapai dari total populasi penduduk dunia, kalau ini selesai maka ini peluang buang besar bagi kita," katanya.
Selain itu, beberapa pasar yang ada di Afrika juga akan dirambah seperti Maroko, Etiopia, Tunisia, Aljazair, dan Kenya. Negara-negara ini dinilai memiliki peluang yang cukup besar lantaran sangat membutuhkan prpduk dari Indoensia yang mulai dari Crude Palm Oil (SPO), Footwear, garmen, hingga otomotif.
"Penduduk di sana besar dan mereka sedang berkembang, sehingga peluang pasar disana sangat besar," katanya.
Daerah Mulai Bersiap
Bali semakim percaya diri meningkatkan ekspor setelah e-payment SKA diresmikan. Dengan e-payment SKA ini ditarget pertumbuhan ekspor akan mampu mencapai 3% pada 2018, dengan rata-rata setiap tahun mampu memgalami pertumbuhan sebesar 2,2%.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Bali I Putu Astawa mengatakan tahun ini pihaknya akan mencoba meningkatkan ekspor produk pertanian seperti Manggis dan Salak. Ekspor manggis akhirnya kembali digencarkan setelah pihaknya bersama badan karantina produk pertanian menjamin buah ini bebas dari kutu.
Selain itu, produk unggulan Bali seperti ikan tuna, kerajinan kayu, dan kerajinan perak akan semakin didorong realisasi ekspornya.
Kakao menjadi pekerjaan rumah selanjutnya bagi Bali agar ekspornya bisa segera terealiasasi. Menurutnya potensi ekspor Kakao dari Bali sangat tinggi.
Hanya saja, lantaran produksi yang masih belum tinggi pihaknya belum berani melalukan ekspor. Saat ini, pertanian kakao di Jembrana sedang meningkatkan produksi.
Diprediksi, sekitar 3 tahun lagi, ekspor kakao baru bisa dilakukan Bali dalam jumlah besar.
"Ke depan kakao harus kita kembangkan karena banyak dibutuhkan, potensi ekspornya sangat tinggi, nantinya kita akan coba ke pasar Eropa," katanya.
Menurutnya, selama ini yang menjadi kendala bagi Bali dalam melakukan ekspor yakni banyaknya UKM yang belum berorientasi ekspor dan hambatan dari negara tujuan ekspor.
Ke depan bekerja sama dengan pemerintah pusat, Bali akan melakukan pelatihan agar UKM memperkaya produk melalui variasi desain.
"Kita ke depan dengan bantuan pusat diikutsertakan pelaku bisnis untuk menjngkatkan ekspor ke Afrika seperti Maroko dan Kenya yang membutuhkan produk kita dengan syarat yang tidak banyak," katanya.