Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membantah rekaman yang disebut-sebut soal pembagian fee proyek antara Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir.
Dalam keterangan resminya yang diterima Bisnis, Sabtu (28/4/2018), hanya membantah substansi pembicaraan dalam rekaman sepanjang sekira 1 menit itu. Namun, tak membantah bahwa orang yang terlibat dalam pembicaraan adalah Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir.
Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro membenarkan bahwa rekaman itu tentang sebuah proyek penyediaan energi yang melibatkan Pertamina dan PLN. Kendati demikian, inti pembicaraan bukan tentang bagi-bagi 'fee proyek'. Menurutnya, rekaman tersebut hanya penggalan itu menginginkan agar investasi tersebut bisa memberikan manfaat kepada PLN.
"Memang benar bahwa Menteri BUMN Rini Soemarno dan Dirut PLN Sofyan Basir melakukan diskusi mengenai rencana investasi proyek penyediaan energi yang melibatkan PLN dan Pertamina. Dalam diskusi tersebut, baik Menteri BUMN Rini Soemarno maupun Dirut PLN Sofyan Basir memiliki tujuan yang sama yaitu memastikan bahwa investasi tersebut memberikan manfaat maksimal bagi PLN dan negara, bukan sebaliknya untuk membebani PLN," ujarnya, Sabtu (28/4/2018).
Pihaknya pun menyebut penggalan tersebut tak dilihat utuh sehingga dianggap menyesatkan. Adapun, Imam mengatakan percakapan itu tentang kepemilikan porsi saham PLN. Kepemilikan porsi PLN ini agar PLN memiliki kontrol dan layak dari sisi keekonomian karena PLN akan menjadi salah satu pemilik proyek yang juga pengguna utama.
"Upaya Dirut PLN Sofyan Basir dalam memastikan bahwa sebagai syarat untuk PLN ikut serta dalam proyek tersebut adalah PLN harus mendapatkan porsi saham yang signifikan. Sehingga PLN memiliki kontrol dalam menilai kelayakannya, baik kelayakan terhadap PLN sebagai calon pengguna utama, maupun sebagai pemilik proyek itu sendiri."
Namun, Imam tak menyebut proyek apa yang sebenarnya dibicarakan Menteri Rini dan Sofyan.
Dalam rekaman itu, Sofyan membuka pembicaraan dengan proyek floating storage regasification unit (FSRU).
FSRU adalah fasilitas yang mampu mengubah fasa cair menjadi gas yakni dari liquefied natural gas (LNG) menjadi gas siap pakai. Pada sisi PLN, FSRU merupakan fasilitas yang dibutuhkan agar pembangkit listrik bertenaga gas bisa beroperasi.
Pasalnya, pasokan gas yang ada kerap kali jauh dari lokasi pembangkit sehingga dibutuhkan fasilitas tambahan yakni FSRU atau land base agar pembangkit bisa menggunakan LNG.
Di rekaman itu, Sofyan meminta agar PLN memiliki porsi lebih besar dari yang ditawarkan yakni 7,5% atau 15% untuk PLN dan Pertamina. Namun, Sofyan menirukan Ari yang menyebut porsi 7,5% dianggap cukup untuk PLN karena bisnis PLN bukanlah mengambil untung dari regasifikasi tapi dari produksi listrik.
Hal itu tergambar dari petikan: "Kamu jangan dagang begitu. Kan kamu [bisnis] listrik," kata Sofyan.
Rini, yang menanggapi Sofyan memberi jawaban bahwa PLN perlu memiliki porsi yang lebih besar dalam proyek itu. Pertimbangannya, tutur Rini dalam rekaman itu, Kementerian BUMN menginginkan proyek layak investasi yang dilihat dari internal rate of return (IRR).
"Pada akhirnya kan komitmen BUMN untuk mereka itu IRR-nya masuk," kata Rini.