Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah terus melakukan pengawasan terhadap realisasi wajib pasok batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) minimal 25% dari total produksi di Tanah Air pada 2018.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengumpulkan, para pemasok batu bara untuk melakukan monitoring kewajiban tersebut.
CEO PT Arutmin Indonesia Ido Hutabarat mengatakan, pemerintah menekankan kepada seluruh perusahaan batu bara agar memenuhi DMO minimal 25%.
Dia mengungkapkan, tidak ada pembahasan yang spesifik apakah kewajiban tersebut memberatkan atau tidak.
"Tadi membahas bagaimana memonitor pelaksanaan DMO agar semua perusahaan mennyuplai 25% untuk domestik market," katanya kepada Bisnis, Selasa (24/4/2018).
Khusus untuk Arutmin, Ido menyatakan bahwa persentase DMO minimal 25% tidak menjadi masalah bagi perusahaan itu. Menurutnya, Arutmin selalu bisa memenuhi ketentuan minimal DMO dari tahun ke tahun.
"Arutmin suplai [pasar domestic] 25%. Jadi, tidak ada masalah," tuturnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menegaskan bahwa sesuai peraturan, kewajiban tersebut berlaku untuk seluruh perusahaan batu bara yang telah berproduksi tanpa terkecuali.
"Pada aturannya harus memasok 25% ya berarti harus dijalankan," ujarnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 23 K/30/MEM/2018, persentase minimal tersebut akan diwajibkan untuk para pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) dan izin usaha pertambangan (IUP) yang telah memasuki tahap operasi produksi.
Bagi perusahaan yang tidak memenuhi persentase minimal DMO akan dikenakan sanksi berupa pemotongan besaran produksi dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahun depan. Selain itu, pengurangan kuota ekspor pun akan dikenakan sesuai jumlah DMO yang tidak terpenuhi.
Perusahaan dapat mengajukan permohonan ekspor setelah DMO itu terpenuhi.
Dengan persentase sebesar 25%, kewajiban pasok domestik bisa naik menjadi 121 juta ton. Pasalnya, Kementerian ESDM menyatakan bahwa batas atas produksi tahun ini hingga 485 juta ton.
Jumlah tersebut berdasarkan realisasi produksi sepanjang tahun lalu sebanyak 461 juta ton ditambah 5% toleransi ekspansi produksi yang bisa diberikan Kemementerian ESDM.